Rabu, 15 Desember 2010

tugas jawaban post test
1.E 2.E3.D 4.E 5.E 6.A 7.E 8.D 9.A 10.D 11.B 12.A 13.A 14.E 15.B 16.B 17.C 18.D 19.D 20.E 21.B 22.E 23.E 24.E 25.C 26.E 27.C 28.E 29.E 30.E

Informed consent
Tujuan dari informed consent adalah agar pasien mendapat informasi yang cukup untuk dapat mengambil keputusan atas terapi yang akan dilaksanakan. Informed consent juga berarti mengambil keputusan bersama. Hak pasien untuk menentukan nasibnya dapat terpenuhi dengan sempurna apabila pasien telah menerima semua informasi yang ia perlukan sehingga ia dapat mengambil keputusan yang tepat. Kekecualian dapat dibuat apabila informasi yang diberikan dapat menyebabkan guncangan psikis pada pasien.
Dokter harus menyadari bahwa informed consent memiliki dasar moral dan etik yang kuat. Menurut American College of Physicians’ Ethics Manual, pasien harus mendapat informasi dan mengerti tentang kondisinya sebelum mengambil keputusan. Berbeda dengan teori terdahulu yang memandang tidak adanya informed consent menurut hukum penganiayaan, kini hal ini dianggap sebagai kelalaian. Informasi yang diberikan harus lengkap, tidak hanya berupa jawaban atas pertanyaan pasien.
SAAT UNTUK MEMBERIKAN INFORMASI
Setelah hubungan dokter pasien terbentuk, dokter memiliki kewajiban untuk memberitahukan pasien mengenai kondisinya; diagnosis, diagnosis banding, pemeriksaan penunjang, terapi, risiko, alternatif, prognosis dan harapan. Dokter seharusnya tidak mengurangi materi informasi atau memaksa pasien untuk segera memberi keputusan. Informasi yang diberikan disesuaikan dengan kebutuhan pasien.Add content to your paragraph here.
ELEMEN-ELEMEN INFORMED CONCENT
Suatu informed consent harus meliputi :
1. Dokter harus menjelaskan pada pasien mengenai tindakan, terapi dan penyakitnya
2. Pasien harus diberitahu tentang hasil terapi yang diharapkan dan seberapa besar kemungkinan keberhasilannya
3. Pasien harus diberitahu mengenai beberapa alternatif yang ada dan akibat apabila penyakit tidak diobati
4. Pasien harus diberitahu mengenai risiko apabila menerima atau menolak terapi
Risiko yang harus disampaikan meliputi efek samping yang mungkin terjadi dalam penggunaan obat atau tindakan pemeriksaan dan operasi yang dilakukan
RUANG LINGKUP PEMBERIAN INFORMASI
Ruang lingkup dan materi informasi yang diberikan tergantung pada pengetahuan medis pasien saat itu. Jika memungkinkan, pasien juga diberitahu mengenai tanggung jawab orang lain yang berperan serta dalam pengobatan pasien.
Di Florida dinyatakan bahwa setiap orang dewasa yang kompeten memiliki hak dasar menentukan tindakan medis atas dirinya termasuk pelaksanaan dan penghentian pengobatan yang bersifat memperpanjang nyawa. Beberapa pengadilan membolehkan dokter untuk tidak memberitahukan diagnosis pada beberapa keadaan. Dalam mempertimbangkan perlu tidaknya mengungkapkan diagnosis penyakit yang berat, faktor emosional pasien harus dipertimbangkan terutama kemungkinan bahwa pengungkapan tersebut dapat mengancam kemungkinan pulihnya pasien.
Pasien memiliki hak atas informasi tentang kecurigaan dokter akan adanya penyakit tertentu walaupun hasil pemeriksaan yang telah dilakukan inkonklusif.
HAL-HAL YANG DI INFORMASIKAN
Hasil Pemeriksaan
Pasien memiliki hak untuk mengetahui hasil pemeriksaan yang telah dilakukan. Misalnya perubahan keganasan pada hasil Pap smear. Apabila infomasi sudah diberikan, maka keputusan selanjutnya berada di tangan pasien.
Risiko
Risiko yang mungkin terjadi dalam terapi harus diungkapkan disertai upaya antisipasi yang dilakukan dokter untuk terjadinya hal tersebut. Reaksi alergi idiosinkratik dan kematian yang tak terduga akibat pengobatan selama ini jarang diungkapkan dokter. Sebagian kalangan berpendapat bahwa kemungkinan tersebut juga harus diberitahu pada pasien. Jika seorang dokter mengetahui bahwa tindakan pengobatannya berisiko dan terdapat alternatif pengobatan lain yang lebih aman, ia harus memberitahukannya pada pasien. Jika seorang dokter tidak yakin pada kemampuannya untuk melakukan suatu prosedur terapi dan terdapat dokter lain yang dapat melakukannya, ia wajib memberitahukan pada pasien.
Alternatif
Dokter harus mengungkapkan beberapa alternatif dalam proses diagnosis dan terapi. Ia harus dapat menjelaskan prosedur, manfaat, kerugian dan bahaya yang ditimbulkan dari beberapa pilihan tersebut. Sebagai contoh adalah terapi hipertiroidisme. Terdapat tiga pilihan terapi yaitu obat, iodium radioaktif, dan subtotal tiroidektomi. Dokter harus menjelaskan prosedur, keberhasilan dan kerugian serta komplikasi yang mungkin timbul.
Rujukan/ konsultasi
Dokter berkewajiban melakukan rujukan apabila ia menyadari bahwa kemampuan dan pengetahuan yang ia miliki kurang untuk melaksanakan terapi pada pasien-pasien tertentu. Pengadilan menyatakan bahwa dokter harus merujuk saat ia merasa tidak mampu melaksanakan terapi karena keterbatasan kemampuannya dan ia mengetahui adanya dokter lain yang dapat menangani pasien tersebut lebih baik darinya.
Prognosis
Pasien berhak mengetahui semua prognosis, komplikasi, sekuele, ketidaknyamanan, biaya, kesulitan dan risiko dari setiap pilihan termasuk tidak mendapat pengobatan atau tidak mendapat tindakan apapun. Pasien juga berhak mengetahui apa yang diharapkan dari dan apa yang terjadi dengan mereka. Semua ini berdasarkan atas kejadian-kejadian beralasan yang dapat diduga oleh dokter. Kejadian yang jarang atau tidak biasa bukan merupakan bagian dari informed consent.
Standar Pengungkapan Yang Dikembangkan Oleh Pengadilan
Dua pendekatan diadaptasi oleh pengadilan dalam menggambarkan lapangan kewajiban pengungkapan seorang dokter - standar pengungkapan profesional, standar pengungkapan umum, atau standar pasien secara layak.
Di bawah standar pengungkapan profesional, tugas dokter untuk membuka rahasia diatur oleh standar pelaku medis, dilakukan di dalam lingkungan yang sama atau serupa. Standar pengungkapan ini yang diatur seterusnya baik oleh undang-undang maupun hukum umum pada mayoritas peraturan Amerika Serikat menetapkan bahwa seorang dokter harus memberi informasi sesuai dengan pelayanan kedokteran terkini. Banyak pengadilan telah menegakkan standar pelaksana medis dalam komunitas yang sama atau serupa, di bawah lingkungan yang sama atau serupa. Jika seorang dokter bertugas untuk mengungkapkan suatu fakta dan jika begitu, fakta apa yang wajib diberitahukan bergantung pada yang biasa dilakukan pada komunitas setempat.
Standar pengungkapan umum atau standar pasien secara layak, yang ditetapkan seterusnya oleh undang-undang atau hukum umum dalam peraturan minoritas yang bermakna, membebankan tugas pada dokter untuk memberitahu setiap informasi yang akan bergantung pada proses pembuatan keputusan oleh pasien. Hal ini berbeda-beda sesuai kemampuan pasien untuk memahaminya. Bahkan dalam pengakuan medis ahli yang mendukung, seseorang dapat saja melanggar standar pengungkapan yang seharusnya dalam peraturan ini jika juri berkesimpulan bahwa informasi spesifik yang tidak diberitahukan akan berpengaruh bermakna terhadap keputusan pasien apakah akan menjalani terapi tertentu atau tidak. Standar umum membiarkan juri untuk memutuskan apakah dokter memberikan informasi yang cukup pada pasien untuk membuat pilihan terhadap tatalaksana, sedangkan standar profesional membiarkan dokter untuk menunjukkan apakah ia memberikan informasi yang cukup sesuai standar pelayanan medis dalam komunitas tersebut. Perkembangan terkini adalah pengadilan yang mengadaptasi bentuk standar umum.
Sekali telah ditegakkan, baik oleh standar profesional atau umum, bahwa pasien tidak menerima informasi yang biasanya dibutuhkan untuk membuat pilihan bijak mengenai apakah akan menolak atau menyetujui terapi, pengadilan akan memperhatikan materi dari informasi yang kurang tersebut; yaitu akankah seseorang menolak atau menyetujui jika berada dalam lingkungan yang sama atau serupa. Dengan kata lain, apakah kurangnya informasi menyebabkan kecacatan/kerugian yang memang sudah diduga atau akankah pasien tetap menyetujuinya dalam keadaan apapun. Tergantung dari peraturan yang terlibat, pengadilan telah menetapkan satu dari dua standar yaitu standar objektf (juri memutuskan apakah pasien dalam keadaan serupa akan menolak terapi) atau standar subyektif (juri memutuskan apakah pasien yang sebenarnya akan menolak terapi). Kebanyakan peraturan mengikuti standar objektif.
SIAPA YANG MENGUNGKAPKAN
Siapa yang bertanggungjawab untuk mendapatkan informed consent pasien - pengadilan umumnya telah menempatkan tugas ini pada dokter yang didatangi pasien pada waktu ada pertanyaan. Pengadilan umumnya mengenali bahwa dokter, bukan perawat atau paramedis lainnya, berkemampuan untuk mendiskusikan tatalaksana dan penanganannya. Perawat atau paramedis lainnya mungkin hanya penambah atau pelengkap informasi spesifik dari dokter dengan informasi umum tergantung situasi pasien. Dokter, selain dari dokter pertama pasien, memiliki kewajiban yang independen untuk memberi informasi mengenai risiko, keuntungan, dan alternatif pilihan yang ditujukan padanya.
Pengadilan sangat jelas dalam opini tertulisnya bahwa tanggung jawab untuk memperoleh informed consent dari pasien tetap dengan dokter dan tidak dapat didelegasikan. Dokter dapat mendelegasikan otoritasnya (wewenangnya) untuk memperoleh informed consent kepada dokter lain namun tidak dapat mendelegasikan tanggung-jawabnya untuk mendapatkan informed consent yang tepat.
PERANAN RUMAH SAKIT
Pertanyaan yang sering muncul, terutama dari dokter yang berpraktek di rumah sakit adalah ”Apakah rumah sakit memiliki tanggung jawab untuk menjamin bahwa pasien menerima informasi yang cukup meskipun pengadilan telah menempatkan tugas primer kepada dokter?”
Dalam teori respondeat superior, manajer rumah sakit dapat ditahan dengan dokter pegawai rumah sakit yang lalai untuk memperoleh informed consent yang dapat menimbulkan kecacatan dan kegawatan pada pasien. Kebijakan rumah sakit harus mengatur mengenai bagaimana informed consent diperoleh. Perawat atau petugas rumah sakit lainnya harus menunda terapi yang sudah direncanakan dokter jika persetujuan yang sebelumnya sudah diberikan ditarik kembali oleh pasien, sehingga dokter dapat mengklarifikasi kembali keputusan pasien. Pengadilan cenderung untuk menjatuhkan kewajiban yang lebih ketat kepada rumah sakit untuk memastikan bahwa dokter memperoleh persetujuan/penolakan sebelum melakukan tindakan.
BENTUK PERSETUJUAN/PENOLAKAN
Rumah sakit memiliki tugas untuk menjamin bahwa informed consent sudah didapat. Istilah untuk kelalaian rumah sakit tersebut yaitu ”fraudulent concealment”. Pasien yang akan menjalani operasi mendapat penjelasan dari seorang dokter bedah namun dioperasi oleh dokter lain dapat saja menuntut malpraktik dokter yang tidak mengoperasi karena kurangnya informed consent dan dapat menuntut dokter yang mengoperasi untuk kelanjutannya.
Bentuk persetujuan tidaklah penting namun dapat membantu dalam persidangan bahwa persetujuan diperoleh. Persetujuan tersebut harus berdasarkan semua elemen dari informed consent yang benar yaitu pengetahuan, sukarela dan kompetensi.
Beberapa rumah sakit dan dokter telah mengembangkan bentuk persetujuan yang merangkum semua informasi dan juga rekaman permanen, biasanya dalam rekam medis pasien. Format tersebut bervariasi sesuai dengan terapi dan tindakan yang akan diberikan. Saksi tidak dibutuhkan, namun saksi merupakan bukti bahwa telah dilakukan informed consent. Informed consent sebaiknya dibuat dengan dokumentasi naratif yang akurat oleh dokter yang bersangkutan.

OTORITAS UNTUK MEMBERIKAN PERSETUJUAN
Seorang dewasa dianggap kompeten dan oleh karena itu harus mengetahui terapi yang direncanakan. Orang dewasa yang tidak kompeten karena penyakit fisik atau kejiwaan dan tidak mampu mengerti tentu saja tidak dapat memberikan informed consent yang sah. Sebagai akibatnya, persetujuan diperoleh dari orang lain yang memiliki otoritas atas nama pasien. Ketika pengadilan telah memutuskan bahwa pasien inkompeten, wali pasien yang ditunjuk pengadilan harus mengambil otoritas terhadap pasien.
Persetujuan pengganti ini menimbulkan beberapa masalah. Otoritas seseorang terhadap persetujuan pengobatan bagi pasien inkompeten termasuk hak untuk menolak perawatan tersebut. Pengadilan telah membatasi hak penolakan ini untuk kasus dengan alasan yang tidak rasional. Pada kasus tersebut, pihak dokter atau rumah sakit dapat memperlakukan kasus sebagai keadaan gawat darurat dan memohon pada pengadilan untuk melakukan perawatan yang diperlukan. Jika tidak cukup waktu untuk memohon pada pengadilan, dokter dapat berkonsultasi dengan satu atau beberapa sejawatnya.
Jika keluarga dekat pasien tidak setuju dengan perawatan yang direncanakan atau jika pasien, meskipun inkompeten, mengambil posisi berlawanan dengan keinginan keluarga, maka dokter perlu berhati-hati. Terdapat beberapa indikasi dimana pengadilan akan mempertimbangkan keinginan pasien, meskipun pasien tidak mampu untuk memberikan persetujuan yang sah. Pada kebanyakan kasus, terapi sebaiknya segera dilakukan (1) jika keluarga dekat setuju, (2) jika memang secara medis perlu penatalaksanaan segera, (3) jika tidak ada dilarang undang-undang.
Cara terbaik untuk menghindari risiko hukum dari persetujuan pengganti bagi pasien dewasa inkompeten adalah dengan membawa masalah ini ke pengadilan.

KEMAMPUAN MEMBERIKAN PERIJINAN
Perijinan harus diberikan oleh pasien yang secara fisik dan psikis mampu memahami informasi yang diberikan oleh dokter selama komunikasi dan mampu membuat keputusan terkait dengan terapi yang akan diberikan. Pasien yang menolak diagnosis atau tatalaksana tidak menggambarkan kemampuan psikis yang kurang. Paksaan tidak boleh digunakan dalam usaha persuasif. Pasien seperti itu membutuhkan wali biasanya dari keluarga terdekat atau yang ditunjuk pengadilan untuk memberikan persetujuan pengganti.
Jika tidak ada wali yang ditunjuk pengadilan, pihak ketiga dapat diberi kuasa untuk bertindak atas nama pokok-pokok kekuasaan tertulis dari pengacara. Jika tidak ada wali bagi pasien inkompeten yang sebelumnya telah ditunjuk oleh pengadilan, keputusan dokter untuk memperoleh informed consent diagnosis dan tatalaksana kasus bukan kegawatdaruratan dari keluarga atau dari pihak yang ditunjuk pengadilan tergantung kebijakan rumah sakit. Pada keadaan dimana terdapat perbedaan pendapat diantara anggota keluarga terhadap perawatan pasien atau keluarga yang tidak dekat secara emosional atau bertempat tinggal jauh, maka dianjurkan menggunakan laporan legal dan formal untuk menentukan siapa yang dapat memberikan perijinan bagi pasien inkompeten.

Pengecualian terhadap materi pemberitahuan
Terdapat empat pengecualian yang dikenal secara umum terhadap tugas dokter untuk membuat pemberitahuan meskipun keempatnya tidak selalu ada.
Pertama, seorang dokter dapat saja dalam pandangan profesionalnya menyimpulkan bahwa pemberitahuan memiliki ancaman kerugian terhadap pasien yang memang dikontradiinkasikan dari sudut pandang medis. Hal ini dikenal sebagai ”keistimewaan terapetik” atau ”kebijaksanaan profesional”. Dokter dapat memilih untuk menggunakan kebijaksanaan profesional terapetik untuk menjaga fakta medis pasien atau walinya ketika dokter meyakini bahwa pemberitahuan akan membahayakan atau merugikan pasien. Tergantung situasinya, dokter boleh namun tidak perlu membuka informasi ini kepada keluarga dekat yang diketahui.
Kedua, pasien yang kompeten dapat meminta untuk tidak diberitahu. Pasien dapat melepaskan haknya untuk membuat informed consent.
Ketiga, dokter berhak untuk tidak menyarankan pasien mengenai masalah yang diketahui umum atau jika pasien memiliki pengetahuan aktual, terutama berdasarkan pengalaman di masa lampau.
Keempat, tidak ada keharusan untuk memberitahu pada kasus kegawatdaruratan dimana pasien tidak sadar atau tidak mampu memberikan persetujuan sah dan bahaya gagal pengobatan sangat nyata.
Kasus Kegawatdaruratan dan Informed Consent
Umumnya, hukum melibatkan persetujuan pasien selama keadaan gawat darurat. Pengadilan biasanya menunda pada keadaan-keadaan yang membutuhkan penanganan segera untuk perlindungan nyawa atau kesehatan pasien karena tidak memungkinkan untuk memperoleh persetujuan baik dari pasiennya maupun orang lain yang memegang otoritas atas nama pasien. Pengadilan mengasumsikan bahwa seorang dewasa yang kompeten, sadar, dan tenang akan memberikan persetujuan untuk penanganan menyelamatkan nyawa. Penting untuk didokumentasikan keadaan yang terjadi saat gawat darurat. Pada keadaan tersebut, dokter harus mencatat hal-hal berikut ini : 1) penanganan untuk kepentingan pasien, 2) terdapat situasi gawat darurat, 3) keadaan tidak memungkinkan untuk mendapatkan persetujuan dari pasien atau dari orang lain yang memegang otoritas atas nama pasien.
Kenyataan bahwa tatalaksana yang diberikan mungkin memang disarankan secara medis atau mungkin akan berguna di waktu mendatang tidaklah cukup untuk melakukannya tanpa persetujuan. Jika dokter tidak yakin apakah kondisi pasien betul-betul membutuhkan tindakan segera tanpa persetujuan, maka dokter tersebut perlu melakukan konfirmasi dengan sejawatnya.
Peraturan umum terkait persetujuan penanganan keadaan gawat darurat pada seorang anak sama saja dengan orang dewasa. Pengadilan biasanya menunda menyetujui dokter yang mengobati pasien anak “dewasa muda” (di atas 15 tahun) yang sudah dapat memberi persetujuan penanganan keadaan gawat darurat terhadap dirinya. Namun, tetap perlu diperhatikan untuk membuat informed consent dengan menghubungi orang tua pasien atau orang lain yang bertanggung jawab atas pasien tersebut.

tugas jawaban post test

1.E 2.E3.D 4.E 5.E 6.A 7.E 8.D 9.A 10.D 11.B 12.A 13.A 14.E 15.B 16.B 17.C 18.D 19.D 20.E 21.B 22.E 23.E 24.E 25.C 26.E 27.C 28.E 29.E 30.E

Informed consent
Tujuan dari informed consent adalah agar pasien mendapat informasi yang cukup untuk dapat mengambil keputusan atas terapi yang akan dilaksanakan. Informed consent juga berarti mengambil keputusan bersama. Hak pasien untuk menentukan nasibnya dapat terpenuhi dengan sempurna apabila pasien telah menerima semua informasi yang ia perlukan sehingga ia dapat mengambil keputusan yang tepat. Kekecualian dapat dibuat apabila informasi yang diberikan dapat menyebabkan guncangan psikis pada pasien.
Dokter harus menyadari bahwa informed consent memiliki dasar moral dan etik yang kuat. Menurut American College of Physicians’ Ethics Manual, pasien harus mendapat informasi dan mengerti tentang kondisinya sebelum mengambil keputusan. Berbeda dengan teori terdahulu yang memandang tidak adanya informed consent menurut hukum penganiayaan, kini hal ini dianggap sebagai kelalaian. Informasi yang diberikan harus lengkap, tidak hanya berupa jawaban atas pertanyaan pasien.
SAAT UNTUK MEMBERIKAN INFORMASI
Setelah hubungan dokter pasien terbentuk, dokter memiliki kewajiban untuk memberitahukan pasien mengenai kondisinya; diagnosis, diagnosis banding, pemeriksaan penunjang, terapi, risiko, alternatif, prognosis dan harapan. Dokter seharusnya tidak mengurangi materi informasi atau memaksa pasien untuk segera memberi keputusan. Informasi yang diberikan disesuaikan dengan kebutuhan pasien.Add content to your paragraph here.
ELEMEN-ELEMEN INFORMED CONCENT
Suatu informed consent harus meliputi :
1. Dokter harus menjelaskan pada pasien mengenai tindakan, terapi dan penyakitnya
2. Pasien harus diberitahu tentang hasil terapi yang diharapkan dan seberapa besar kemungkinan keberhasilannya
3. Pasien harus diberitahu mengenai beberapa alternatif yang ada dan akibat apabila penyakit tidak diobati
4. Pasien harus diberitahu mengenai risiko apabila menerima atau menolak terapi
Risiko yang harus disampaikan meliputi efek samping yang mungkin terjadi dalam penggunaan obat atau tindakan pemeriksaan dan operasi yang dilakukan
RUANG LINGKUP PEMBERIAN INFORMASI
Ruang lingkup dan materi informasi yang diberikan tergantung pada pengetahuan medis pasien saat itu. Jika memungkinkan, pasien juga diberitahu mengenai tanggung jawab orang lain yang berperan serta dalam pengobatan pasien.
Di Florida dinyatakan bahwa setiap orang dewasa yang kompeten memiliki hak dasar menentukan tindakan medis atas dirinya termasuk pelaksanaan dan penghentian pengobatan yang bersifat memperpanjang nyawa. Beberapa pengadilan membolehkan dokter untuk tidak memberitahukan diagnosis pada beberapa keadaan. Dalam mempertimbangkan perlu tidaknya mengungkapkan diagnosis penyakit yang berat, faktor emosional pasien harus dipertimbangkan terutama kemungkinan bahwa pengungkapan tersebut dapat mengancam kemungkinan pulihnya pasien.
Pasien memiliki hak atas informasi tentang kecurigaan dokter akan adanya penyakit tertentu walaupun hasil pemeriksaan yang telah dilakukan inkonklusif.
HAL-HAL YANG DI INFORMASIKAN
Hasil Pemeriksaan
Pasien memiliki hak untuk mengetahui hasil pemeriksaan yang telah dilakukan. Misalnya perubahan keganasan pada hasil Pap smear. Apabila infomasi sudah diberikan, maka keputusan selanjutnya berada di tangan pasien.
Risiko
Risiko yang mungkin terjadi dalam terapi harus diungkapkan disertai upaya antisipasi yang dilakukan dokter untuk terjadinya hal tersebut. Reaksi alergi idiosinkratik dan kematian yang tak terduga akibat pengobatan selama ini jarang diungkapkan dokter. Sebagian kalangan berpendapat bahwa kemungkinan tersebut juga harus diberitahu pada pasien. Jika seorang dokter mengetahui bahwa tindakan pengobatannya berisiko dan terdapat alternatif pengobatan lain yang lebih aman, ia harus memberitahukannya pada pasien. Jika seorang dokter tidak yakin pada kemampuannya untuk melakukan suatu prosedur terapi dan terdapat dokter lain yang dapat melakukannya, ia wajib memberitahukan pada pasien.
Alternatif
Dokter harus mengungkapkan beberapa alternatif dalam proses diagnosis dan terapi. Ia harus dapat menjelaskan prosedur, manfaat, kerugian dan bahaya yang ditimbulkan dari beberapa pilihan tersebut. Sebagai contoh adalah terapi hipertiroidisme. Terdapat tiga pilihan terapi yaitu obat, iodium radioaktif, dan subtotal tiroidektomi. Dokter harus menjelaskan prosedur, keberhasilan dan kerugian serta komplikasi yang mungkin timbul.
Rujukan/ konsultasi
Dokter berkewajiban melakukan rujukan apabila ia menyadari bahwa kemampuan dan pengetahuan yang ia miliki kurang untuk melaksanakan terapi pada pasien-pasien tertentu. Pengadilan menyatakan bahwa dokter harus merujuk saat ia merasa tidak mampu melaksanakan terapi karena keterbatasan kemampuannya dan ia mengetahui adanya dokter lain yang dapat menangani pasien tersebut lebih baik darinya.
Prognosis
Pasien berhak mengetahui semua prognosis, komplikasi, sekuele, ketidaknyamanan, biaya, kesulitan dan risiko dari setiap pilihan termasuk tidak mendapat pengobatan atau tidak mendapat tindakan apapun. Pasien juga berhak mengetahui apa yang diharapkan dari dan apa yang terjadi dengan mereka. Semua ini berdasarkan atas kejadian-kejadian beralasan yang dapat diduga oleh dokter. Kejadian yang jarang atau tidak biasa bukan merupakan bagian dari informed consent.
Standar Pengungkapan Yang Dikembangkan Oleh Pengadilan
Dua pendekatan diadaptasi oleh pengadilan dalam menggambarkan lapangan kewajiban pengungkapan seorang dokter - standar pengungkapan profesional, standar pengungkapan umum, atau standar pasien secara layak.
Di bawah standar pengungkapan profesional, tugas dokter untuk membuka rahasia diatur oleh standar pelaku medis, dilakukan di dalam lingkungan yang sama atau serupa. Standar pengungkapan ini yang diatur seterusnya baik oleh undang-undang maupun hukum umum pada mayoritas peraturan Amerika Serikat menetapkan bahwa seorang dokter harus memberi informasi sesuai dengan pelayanan kedokteran terkini. Banyak pengadilan telah menegakkan standar pelaksana medis dalam komunitas yang sama atau serupa, di bawah lingkungan yang sama atau serupa. Jika seorang dokter bertugas untuk mengungkapkan suatu fakta dan jika begitu, fakta apa yang wajib diberitahukan bergantung pada yang biasa dilakukan pada komunitas setempat.
Standar pengungkapan umum atau standar pasien secara layak, yang ditetapkan seterusnya oleh undang-undang atau hukum umum dalam peraturan minoritas yang bermakna, membebankan tugas pada dokter untuk memberitahu setiap informasi yang akan bergantung pada proses pembuatan keputusan oleh pasien. Hal ini berbeda-beda sesuai kemampuan pasien untuk memahaminya. Bahkan dalam pengakuan medis ahli yang mendukung, seseorang dapat saja melanggar standar pengungkapan yang seharusnya dalam peraturan ini jika juri berkesimpulan bahwa informasi spesifik yang tidak diberitahukan akan berpengaruh bermakna terhadap keputusan pasien apakah akan menjalani terapi tertentu atau tidak. Standar umum membiarkan juri untuk memutuskan apakah dokter memberikan informasi yang cukup pada pasien untuk membuat pilihan terhadap tatalaksana, sedangkan standar profesional membiarkan dokter untuk menunjukkan apakah ia memberikan informasi yang cukup sesuai standar pelayanan medis dalam komunitas tersebut. Perkembangan terkini adalah pengadilan yang mengadaptasi bentuk standar umum.
Sekali telah ditegakkan, baik oleh standar profesional atau umum, bahwa pasien tidak menerima informasi yang biasanya dibutuhkan untuk membuat pilihan bijak mengenai apakah akan menolak atau menyetujui terapi, pengadilan akan memperhatikan materi dari informasi yang kurang tersebut; yaitu akankah seseorang menolak atau menyetujui jika berada dalam lingkungan yang sama atau serupa. Dengan kata lain, apakah kurangnya informasi menyebabkan kecacatan/kerugian yang memang sudah diduga atau akankah pasien tetap menyetujuinya dalam keadaan apapun. Tergantung dari peraturan yang terlibat, pengadilan telah menetapkan satu dari dua standar yaitu standar objektf (juri memutuskan apakah pasien dalam keadaan serupa akan menolak terapi) atau standar subyektif (juri memutuskan apakah pasien yang sebenarnya akan menolak terapi). Kebanyakan peraturan mengikuti standar objektif.
SIAPA YANG MENGUNGKAPKAN
Siapa yang bertanggungjawab untuk mendapatkan informed consent pasien - pengadilan umumnya telah menempatkan tugas ini pada dokter yang didatangi pasien pada waktu ada pertanyaan. Pengadilan umumnya mengenali bahwa dokter, bukan perawat atau paramedis lainnya, berkemampuan untuk mendiskusikan tatalaksana dan penanganannya. Perawat atau paramedis lainnya mungkin hanya penambah atau pelengkap informasi spesifik dari dokter dengan informasi umum tergantung situasi pasien. Dokter, selain dari dokter pertama pasien, memiliki kewajiban yang independen untuk memberi informasi mengenai risiko, keuntungan, dan alternatif pilihan yang ditujukan padanya.
Pengadilan sangat jelas dalam opini tertulisnya bahwa tanggung jawab untuk memperoleh informed consent dari pasien tetap dengan dokter dan tidak dapat didelegasikan. Dokter dapat mendelegasikan otoritasnya (wewenangnya) untuk memperoleh informed consent kepada dokter lain namun tidak dapat mendelegasikan tanggung-jawabnya untuk mendapatkan informed consent yang tepat.
PERANAN RUMAH SAKIT
Pertanyaan yang sering muncul, terutama dari dokter yang berpraktek di rumah sakit adalah ”Apakah rumah sakit memiliki tanggung jawab untuk menjamin bahwa pasien menerima informasi yang cukup meskipun pengadilan telah menempatkan tugas primer kepada dokter?”
Dalam teori respondeat superior, manajer rumah sakit dapat ditahan dengan dokter pegawai rumah sakit yang lalai untuk memperoleh informed consent yang dapat menimbulkan kecacatan dan kegawatan pada pasien. Kebijakan rumah sakit harus mengatur mengenai bagaimana informed consent diperoleh. Perawat atau petugas rumah sakit lainnya harus menunda terapi yang sudah direncanakan dokter jika persetujuan yang sebelumnya sudah diberikan ditarik kembali oleh pasien, sehingga dokter dapat mengklarifikasi kembali keputusan pasien. Pengadilan cenderung untuk menjatuhkan kewajiban yang lebih ketat kepada rumah sakit untuk memastikan bahwa dokter memperoleh persetujuan/penolakan sebelum melakukan tindakan.
BENTUK PERSETUJUAN/PENOLAKAN
Rumah sakit memiliki tugas untuk menjamin bahwa informed consent sudah didapat. Istilah untuk kelalaian rumah sakit tersebut yaitu ”fraudulent concealment”. Pasien yang akan menjalani operasi mendapat penjelasan dari seorang dokter bedah namun dioperasi oleh dokter lain dapat saja menuntut malpraktik dokter yang tidak mengoperasi karena kurangnya informed consent dan dapat menuntut dokter yang mengoperasi untuk kelanjutannya.
Bentuk persetujuan tidaklah penting namun dapat membantu dalam persidangan bahwa persetujuan diperoleh. Persetujuan tersebut harus berdasarkan semua elemen dari informed consent yang benar yaitu pengetahuan, sukarela dan kompetensi.
Beberapa rumah sakit dan dokter telah mengembangkan bentuk persetujuan yang merangkum semua informasi dan juga rekaman permanen, biasanya dalam rekam medis pasien. Format tersebut bervariasi sesuai dengan terapi dan tindakan yang akan diberikan. Saksi tidak dibutuhkan, namun saksi merupakan bukti bahwa telah dilakukan informed consent. Informed consent sebaiknya dibuat dengan dokumentasi naratif yang akurat oleh dokter yang bersangkutan.

OTORITAS UNTUK MEMBERIKAN PERSETUJUAN
Seorang dewasa dianggap kompeten dan oleh karena itu harus mengetahui terapi yang direncanakan. Orang dewasa yang tidak kompeten karena penyakit fisik atau kejiwaan dan tidak mampu mengerti tentu saja tidak dapat memberikan informed consent yang sah. Sebagai akibatnya, persetujuan diperoleh dari orang lain yang memiliki otoritas atas nama pasien. Ketika pengadilan telah memutuskan bahwa pasien inkompeten, wali pasien yang ditunjuk pengadilan harus mengambil otoritas terhadap pasien.
Persetujuan pengganti ini menimbulkan beberapa masalah. Otoritas seseorang terhadap persetujuan pengobatan bagi pasien inkompeten termasuk hak untuk menolak perawatan tersebut. Pengadilan telah membatasi hak penolakan ini untuk kasus dengan alasan yang tidak rasional. Pada kasus tersebut, pihak dokter atau rumah sakit dapat memperlakukan kasus sebagai keadaan gawat darurat dan memohon pada pengadilan untuk melakukan perawatan yang diperlukan. Jika tidak cukup waktu untuk memohon pada pengadilan, dokter dapat berkonsultasi dengan satu atau beberapa sejawatnya.
Jika keluarga dekat pasien tidak setuju dengan perawatan yang direncanakan atau jika pasien, meskipun inkompeten, mengambil posisi berlawanan dengan keinginan keluarga, maka dokter perlu berhati-hati. Terdapat beberapa indikasi dimana pengadilan akan mempertimbangkan keinginan pasien, meskipun pasien tidak mampu untuk memberikan persetujuan yang sah. Pada kebanyakan kasus, terapi sebaiknya segera dilakukan (1) jika keluarga dekat setuju, (2) jika memang secara medis perlu penatalaksanaan segera, (3) jika tidak ada dilarang undang-undang.
Cara terbaik untuk menghindari risiko hukum dari persetujuan pengganti bagi pasien dewasa inkompeten adalah dengan membawa masalah ini ke pengadilan.

KEMAMPUAN MEMBERIKAN PERIJINAN
Perijinan harus diberikan oleh pasien yang secara fisik dan psikis mampu memahami informasi yang diberikan oleh dokter selama komunikasi dan mampu membuat keputusan terkait dengan terapi yang akan diberikan. Pasien yang menolak diagnosis atau tatalaksana tidak menggambarkan kemampuan psikis yang kurang. Paksaan tidak boleh digunakan dalam usaha persuasif. Pasien seperti itu membutuhkan wali biasanya dari keluarga terdekat atau yang ditunjuk pengadilan untuk memberikan persetujuan pengganti.
Jika tidak ada wali yang ditunjuk pengadilan, pihak ketiga dapat diberi kuasa untuk bertindak atas nama pokok-pokok kekuasaan tertulis dari pengacara. Jika tidak ada wali bagi pasien inkompeten yang sebelumnya telah ditunjuk oleh pengadilan, keputusan dokter untuk memperoleh informed consent diagnosis dan tatalaksana kasus bukan kegawatdaruratan dari keluarga atau dari pihak yang ditunjuk pengadilan tergantung kebijakan rumah sakit. Pada keadaan dimana terdapat perbedaan pendapat diantara anggota keluarga terhadap perawatan pasien atau keluarga yang tidak dekat secara emosional atau bertempat tinggal jauh, maka dianjurkan menggunakan laporan legal dan formal untuk menentukan siapa yang dapat memberikan perijinan bagi pasien inkompeten.

Pengecualian terhadap materi pemberitahuan
Terdapat empat pengecualian yang dikenal secara umum terhadap tugas dokter untuk membuat pemberitahuan meskipun keempatnya tidak selalu ada.
Pertama, seorang dokter dapat saja dalam pandangan profesionalnya menyimpulkan bahwa pemberitahuan memiliki ancaman kerugian terhadap pasien yang memang dikontradiinkasikan dari sudut pandang medis. Hal ini dikenal sebagai ”keistimewaan terapetik” atau ”kebijaksanaan profesional”. Dokter dapat memilih untuk menggunakan kebijaksanaan profesional terapetik untuk menjaga fakta medis pasien atau walinya ketika dokter meyakini bahwa pemberitahuan akan membahayakan atau merugikan pasien. Tergantung situasinya, dokter boleh namun tidak perlu membuka informasi ini kepada keluarga dekat yang diketahui.
Kedua, pasien yang kompeten dapat meminta untuk tidak diberitahu. Pasien dapat melepaskan haknya untuk membuat informed consent.
Ketiga, dokter berhak untuk tidak menyarankan pasien mengenai masalah yang diketahui umum atau jika pasien memiliki pengetahuan aktual, terutama berdasarkan pengalaman di masa lampau.
Keempat, tidak ada keharusan untuk memberitahu pada kasus kegawatdaruratan dimana pasien tidak sadar atau tidak mampu memberikan persetujuan sah dan bahaya gagal pengobatan sangat nyata.
Kasus Kegawatdaruratan dan Informed Consent
Umumnya, hukum melibatkan persetujuan pasien selama keadaan gawat darurat. Pengadilan biasanya menunda pada keadaan-keadaan yang membutuhkan penanganan segera untuk perlindungan nyawa atau kesehatan pasien karena tidak memungkinkan untuk memperoleh persetujuan baik dari pasiennya maupun orang lain yang memegang otoritas atas nama pasien. Pengadilan mengasumsikan bahwa seorang dewasa yang kompeten, sadar, dan tenang akan memberikan persetujuan untuk penanganan menyelamatkan nyawa. Penting untuk didokumentasikan keadaan yang terjadi saat gawat darurat. Pada keadaan tersebut, dokter harus mencatat hal-hal berikut ini : 1) penanganan untuk kepentingan pasien, 2) terdapat situasi gawat darurat, 3) keadaan tidak memungkinkan untuk mendapatkan persetujuan dari pasien atau dari orang lain yang memegang otoritas atas nama pasien.
Kenyataan bahwa tatalaksana yang diberikan mungkin memang disarankan secara medis atau mungkin akan berguna di waktu mendatang tidaklah cukup untuk melakukannya tanpa persetujuan. Jika dokter tidak yakin apakah kondisi pasien betul-betul membutuhkan tindakan segera tanpa persetujuan, maka dokter tersebut perlu melakukan konfirmasi dengan sejawatnya.
Peraturan umum terkait persetujuan penanganan keadaan gawat darurat pada seorang anak sama saja dengan orang dewasa. Pengadilan biasanya menunda menyetujui dokter yang mengobati pasien anak “dewasa muda” (di atas 15 tahun) yang sudah dapat memberi persetujuan penanganan keadaan gawat darurat terhadap dirinya. Namun, tetap perlu diperhatikan untuk membuat informed consent dengan menghubungi orang tua pasien atau orang lain yang bertanggung jawab atas pasien tersebut.

Selasa, 14 Desember 2010

Informed consent

Tujuan dari informed consent adalah agar pasien mendapat informasi yang cukup untuk dapat mengambil keputusan atas terapi yang akan dilaksanakan. Informed consent juga berarti mengambil keputusan bersama. Hak pasien untuk menentukan nasibnya dapat terpenuhi dengan sempurna apabila pasien telah menerima semua informasi yang ia perlukan sehingga ia dapat mengambil keputusan yang tepat. Kekecualian dapat dibuat apabila informasi yang diberikan dapat menyebabkan guncangan psikis pada pasien.
Dokter harus menyadari bahwa informed consent memiliki dasar moral dan etik yang kuat. Menurut American College of Physicians’ Ethics Manual, pasien harus mendapat informasi dan mengerti tentang kondisinya sebelum mengambil keputusan. Berbeda dengan teori terdahulu yang memandang tidak adanya informed consent menurut hukum penganiayaan, kini hal ini dianggap sebagai kelalaian. Informasi yang diberikan harus lengkap, tidak hanya berupa jawaban atas pertanyaan pasien.
SAAT UNTUK MEMBERIKAN INFORMASI
Setelah hubungan dokter pasien terbentuk, dokter memiliki kewajiban untuk memberitahukan pasien mengenai kondisinya; diagnosis, diagnosis banding, pemeriksaan penunjang, terapi, risiko, alternatif, prognosis dan harapan. Dokter seharusnya tidak mengurangi materi informasi atau memaksa pasien untuk segera memberi keputusan. Informasi yang diberikan disesuaikan dengan kebutuhan pasien.Add content to your paragraph here.
ELEMEN-ELEMEN INFORMED CONCENT
Suatu informed consent harus meliputi :
1. Dokter harus menjelaskan pada pasien mengenai tindakan, terapi dan penyakitnya
2. Pasien harus diberitahu tentang hasil terapi yang diharapkan dan seberapa besar kemungkinan keberhasilannya
3. Pasien harus diberitahu mengenai beberapa alternatif yang ada dan akibat apabila penyakit tidak diobati
4. Pasien harus diberitahu mengenai risiko apabila menerima atau menolak terapi
Risiko yang harus disampaikan meliputi efek samping yang mungkin terjadi dalam penggunaan obat atau tindakan pemeriksaan dan operasi yang dilakukan
RUANG LINGKUP PEMBERIAN INFORMASI
Ruang lingkup dan materi informasi yang diberikan tergantung pada pengetahuan medis pasien saat itu. Jika memungkinkan, pasien juga diberitahu mengenai tanggung jawab orang lain yang berperan serta dalam pengobatan pasien.
Di Florida dinyatakan bahwa setiap orang dewasa yang kompeten memiliki hak dasar menentukan tindakan medis atas dirinya termasuk pelaksanaan dan penghentian pengobatan yang bersifat memperpanjang nyawa. Beberapa pengadilan membolehkan dokter untuk tidak memberitahukan diagnosis pada beberapa keadaan. Dalam mempertimbangkan perlu tidaknya mengungkapkan diagnosis penyakit yang berat, faktor emosional pasien harus dipertimbangkan terutama kemungkinan bahwa pengungkapan tersebut dapat mengancam kemungkinan pulihnya pasien.
Pasien memiliki hak atas informasi tentang kecurigaan dokter akan adanya penyakit tertentu walaupun hasil pemeriksaan yang telah dilakukan inkonklusif.
HAL-HAL YANG DI INFORMASIKAN
Hasil Pemeriksaan
Pasien memiliki hak untuk mengetahui hasil pemeriksaan yang telah dilakukan. Misalnya perubahan keganasan pada hasil Pap smear. Apabila infomasi sudah diberikan, maka keputusan selanjutnya berada di tangan pasien.
Risiko
Risiko yang mungkin terjadi dalam terapi harus diungkapkan disertai upaya antisipasi yang dilakukan dokter untuk terjadinya hal tersebut. Reaksi alergi idiosinkratik dan kematian yang tak terduga akibat pengobatan selama ini jarang diungkapkan dokter. Sebagian kalangan berpendapat bahwa kemungkinan tersebut juga harus diberitahu pada pasien. Jika seorang dokter mengetahui bahwa tindakan pengobatannya berisiko dan terdapat alternatif pengobatan lain yang lebih aman, ia harus memberitahukannya pada pasien. Jika seorang dokter tidak yakin pada kemampuannya untuk melakukan suatu prosedur terapi dan terdapat dokter lain yang dapat melakukannya, ia wajib memberitahukan pada pasien.
Alternatif
Dokter harus mengungkapkan beberapa alternatif dalam proses diagnosis dan terapi. Ia harus dapat menjelaskan prosedur, manfaat, kerugian dan bahaya yang ditimbulkan dari beberapa pilihan tersebut. Sebagai contoh adalah terapi hipertiroidisme. Terdapat tiga pilihan terapi yaitu obat, iodium radioaktif, dan subtotal tiroidektomi. Dokter harus menjelaskan prosedur, keberhasilan dan kerugian serta komplikasi yang mungkin timbul.
Rujukan/ konsultasi
Dokter berkewajiban melakukan rujukan apabila ia menyadari bahwa kemampuan dan pengetahuan yang ia miliki kurang untuk melaksanakan terapi pada pasien-pasien tertentu. Pengadilan menyatakan bahwa dokter harus merujuk saat ia merasa tidak mampu melaksanakan terapi karena keterbatasan kemampuannya dan ia mengetahui adanya dokter lain yang dapat menangani pasien tersebut lebih baik darinya.
Prognosis
Pasien berhak mengetahui semua prognosis, komplikasi, sekuele, ketidaknyamanan, biaya, kesulitan dan risiko dari setiap pilihan termasuk tidak mendapat pengobatan atau tidak mendapat tindakan apapun. Pasien juga berhak mengetahui apa yang diharapkan dari dan apa yang terjadi dengan mereka. Semua ini berdasarkan atas kejadian-kejadian beralasan yang dapat diduga oleh dokter. Kejadian yang jarang atau tidak biasa bukan merupakan bagian dari informed consent.
Standar Pengungkapan Yang Dikembangkan Oleh Pengadilan
Dua pendekatan diadaptasi oleh pengadilan dalam menggambarkan lapangan kewajiban pengungkapan seorang dokter - standar pengungkapan profesional, standar pengungkapan umum, atau standar pasien secara layak.
Di bawah standar pengungkapan profesional, tugas dokter untuk membuka rahasia diatur oleh standar pelaku medis, dilakukan di dalam lingkungan yang sama atau serupa. Standar pengungkapan ini yang diatur seterusnya baik oleh undang-undang maupun hukum umum pada mayoritas peraturan Amerika Serikat menetapkan bahwa seorang dokter harus memberi informasi sesuai dengan pelayanan kedokteran terkini. Banyak pengadilan telah menegakkan standar pelaksana medis dalam komunitas yang sama atau serupa, di bawah lingkungan yang sama atau serupa. Jika seorang dokter bertugas untuk mengungkapkan suatu fakta dan jika begitu, fakta apa yang wajib diberitahukan bergantung pada yang biasa dilakukan pada komunitas setempat.
Standar pengungkapan umum atau standar pasien secara layak, yang ditetapkan seterusnya oleh undang-undang atau hukum umum dalam peraturan minoritas yang bermakna, membebankan tugas pada dokter untuk memberitahu setiap informasi yang akan bergantung pada proses pembuatan keputusan oleh pasien. Hal ini berbeda-beda sesuai kemampuan pasien untuk memahaminya. Bahkan dalam pengakuan medis ahli yang mendukung, seseorang dapat saja melanggar standar pengungkapan yang seharusnya dalam peraturan ini jika juri berkesimpulan bahwa informasi spesifik yang tidak diberitahukan akan berpengaruh bermakna terhadap keputusan pasien apakah akan menjalani terapi tertentu atau tidak. Standar umum membiarkan juri untuk memutuskan apakah dokter memberikan informasi yang cukup pada pasien untuk membuat pilihan terhadap tatalaksana, sedangkan standar profesional membiarkan dokter untuk menunjukkan apakah ia memberikan informasi yang cukup sesuai standar pelayanan medis dalam komunitas tersebut. Perkembangan terkini adalah pengadilan yang mengadaptasi bentuk standar umum.
Sekali telah ditegakkan, baik oleh standar profesional atau umum, bahwa pasien tidak menerima informasi yang biasanya dibutuhkan untuk membuat pilihan bijak mengenai apakah akan menolak atau menyetujui terapi, pengadilan akan memperhatikan materi dari informasi yang kurang tersebut; yaitu akankah seseorang menolak atau menyetujui jika berada dalam lingkungan yang sama atau serupa. Dengan kata lain, apakah kurangnya informasi menyebabkan kecacatan/kerugian yang memang sudah diduga atau akankah pasien tetap menyetujuinya dalam keadaan apapun. Tergantung dari peraturan yang terlibat, pengadilan telah menetapkan satu dari dua standar yaitu standar objektf (juri memutuskan apakah pasien dalam keadaan serupa akan menolak terapi) atau standar subyektif (juri memutuskan apakah pasien yang sebenarnya akan menolak terapi). Kebanyakan peraturan mengikuti standar objektif.
SIAPA YANG MENGUNGKAPKAN
Siapa yang bertanggungjawab untuk mendapatkan informed consent pasien - pengadilan umumnya telah menempatkan tugas ini pada dokter yang didatangi pasien pada waktu ada pertanyaan. Pengadilan umumnya mengenali bahwa dokter, bukan perawat atau paramedis lainnya, berkemampuan untuk mendiskusikan tatalaksana dan penanganannya. Perawat atau paramedis lainnya mungkin hanya penambah atau pelengkap informasi spesifik dari dokter dengan informasi umum tergantung situasi pasien. Dokter, selain dari dokter pertama pasien, memiliki kewajiban yang independen untuk memberi informasi mengenai risiko, keuntungan, dan alternatif pilihan yang ditujukan padanya.
Pengadilan sangat jelas dalam opini tertulisnya bahwa tanggung jawab untuk memperoleh informed consent dari pasien tetap dengan dokter dan tidak dapat didelegasikan. Dokter dapat mendelegasikan otoritasnya (wewenangnya) untuk memperoleh informed consent kepada dokter lain namun tidak dapat mendelegasikan tanggung-jawabnya untuk mendapatkan informed consent yang tepat.
PERANAN RUMAH SAKIT
Pertanyaan yang sering muncul, terutama dari dokter yang berpraktek di rumah sakit adalah ”Apakah rumah sakit memiliki tanggung jawab untuk menjamin bahwa pasien menerima informasi yang cukup meskipun pengadilan telah menempatkan tugas primer kepada dokter?”
Dalam teori respondeat superior, manajer rumah sakit dapat ditahan dengan dokter pegawai rumah sakit yang lalai untuk memperoleh informed consent yang dapat menimbulkan kecacatan dan kegawatan pada pasien. Kebijakan rumah sakit harus mengatur mengenai bagaimana informed consent diperoleh. Perawat atau petugas rumah sakit lainnya harus menunda terapi yang sudah direncanakan dokter jika persetujuan yang sebelumnya sudah diberikan ditarik kembali oleh pasien, sehingga dokter dapat mengklarifikasi kembali keputusan pasien. Pengadilan cenderung untuk menjatuhkan kewajiban yang lebih ketat kepada rumah sakit untuk memastikan bahwa dokter memperoleh persetujuan/penolakan sebelum melakukan tindakan.
BENTUK PERSETUJUAN/PENOLAKAN
Rumah sakit memiliki tugas untuk menjamin bahwa informed consent sudah didapat. Istilah untuk kelalaian rumah sakit tersebut yaitu ”fraudulent concealment”. Pasien yang akan menjalani operasi mendapat penjelasan dari seorang dokter bedah namun dioperasi oleh dokter lain dapat saja menuntut malpraktik dokter yang tidak mengoperasi karena kurangnya informed consent dan dapat menuntut dokter yang mengoperasi untuk kelanjutannya.
Bentuk persetujuan tidaklah penting namun dapat membantu dalam persidangan bahwa persetujuan diperoleh. Persetujuan tersebut harus berdasarkan semua elemen dari informed consent yang benar yaitu pengetahuan, sukarela dan kompetensi.
Beberapa rumah sakit dan dokter telah mengembangkan bentuk persetujuan yang merangkum semua informasi dan juga rekaman permanen, biasanya dalam rekam medis pasien. Format tersebut bervariasi sesuai dengan terapi dan tindakan yang akan diberikan. Saksi tidak dibutuhkan, namun saksi merupakan bukti bahwa telah dilakukan informed consent. Informed consent sebaiknya dibuat dengan dokumentasi naratif yang akurat oleh dokter yang bersangkutan.

OTORITAS UNTUK MEMBERIKAN PERSETUJUAN
Seorang dewasa dianggap kompeten dan oleh karena itu harus mengetahui terapi yang direncanakan. Orang dewasa yang tidak kompeten karena penyakit fisik atau kejiwaan dan tidak mampu mengerti tentu saja tidak dapat memberikan informed consent yang sah. Sebagai akibatnya, persetujuan diperoleh dari orang lain yang memiliki otoritas atas nama pasien. Ketika pengadilan telah memutuskan bahwa pasien inkompeten, wali pasien yang ditunjuk pengadilan harus mengambil otoritas terhadap pasien.
Persetujuan pengganti ini menimbulkan beberapa masalah. Otoritas seseorang terhadap persetujuan pengobatan bagi pasien inkompeten termasuk hak untuk menolak perawatan tersebut. Pengadilan telah membatasi hak penolakan ini untuk kasus dengan alasan yang tidak rasional. Pada kasus tersebut, pihak dokter atau rumah sakit dapat memperlakukan kasus sebagai keadaan gawat darurat dan memohon pada pengadilan untuk melakukan perawatan yang diperlukan. Jika tidak cukup waktu untuk memohon pada pengadilan, dokter dapat berkonsultasi dengan satu atau beberapa sejawatnya.
Jika keluarga dekat pasien tidak setuju dengan perawatan yang direncanakan atau jika pasien, meskipun inkompeten, mengambil posisi berlawanan dengan keinginan keluarga, maka dokter perlu berhati-hati. Terdapat beberapa indikasi dimana pengadilan akan mempertimbangkan keinginan pasien, meskipun pasien tidak mampu untuk memberikan persetujuan yang sah. Pada kebanyakan kasus, terapi sebaiknya segera dilakukan (1) jika keluarga dekat setuju, (2) jika memang secara medis perlu penatalaksanaan segera, (3) jika tidak ada dilarang undang-undang.
Cara terbaik untuk menghindari risiko hukum dari persetujuan pengganti bagi pasien dewasa inkompeten adalah dengan membawa masalah ini ke pengadilan.

KEMAMPUAN MEMBERIKAN PERIJINAN
Perijinan harus diberikan oleh pasien yang secara fisik dan psikis mampu memahami informasi yang diberikan oleh dokter selama komunikasi dan mampu membuat keputusan terkait dengan terapi yang akan diberikan. Pasien yang menolak diagnosis atau tatalaksana tidak menggambarkan kemampuan psikis yang kurang. Paksaan tidak boleh digunakan dalam usaha persuasif. Pasien seperti itu membutuhkan wali biasanya dari keluarga terdekat atau yang ditunjuk pengadilan untuk memberikan persetujuan pengganti.
Jika tidak ada wali yang ditunjuk pengadilan, pihak ketiga dapat diberi kuasa untuk bertindak atas nama pokok-pokok kekuasaan tertulis dari pengacara. Jika tidak ada wali bagi pasien inkompeten yang sebelumnya telah ditunjuk oleh pengadilan, keputusan dokter untuk memperoleh informed consent diagnosis dan tatalaksana kasus bukan kegawatdaruratan dari keluarga atau dari pihak yang ditunjuk pengadilan tergantung kebijakan rumah sakit. Pada keadaan dimana terdapat perbedaan pendapat diantara anggota keluarga terhadap perawatan pasien atau keluarga yang tidak dekat secara emosional atau bertempat tinggal jauh, maka dianjurkan menggunakan laporan legal dan formal untuk menentukan siapa yang dapat memberikan perijinan bagi pasien inkompeten.

Pengecualian terhadap materi pemberitahuan
Terdapat empat pengecualian yang dikenal secara umum terhadap tugas dokter untuk membuat pemberitahuan meskipun keempatnya tidak selalu ada.
Pertama, seorang dokter dapat saja dalam pandangan profesionalnya menyimpulkan bahwa pemberitahuan memiliki ancaman kerugian terhadap pasien yang memang dikontradiinkasikan dari sudut pandang medis. Hal ini dikenal sebagai ”keistimewaan terapetik” atau ”kebijaksanaan profesional”. Dokter dapat memilih untuk menggunakan kebijaksanaan profesional terapetik untuk menjaga fakta medis pasien atau walinya ketika dokter meyakini bahwa pemberitahuan akan membahayakan atau merugikan pasien. Tergantung situasinya, dokter boleh namun tidak perlu membuka informasi ini kepada keluarga dekat yang diketahui.
Kedua, pasien yang kompeten dapat meminta untuk tidak diberitahu. Pasien dapat melepaskan haknya untuk membuat informed consent.
Ketiga, dokter berhak untuk tidak menyarankan pasien mengenai masalah yang diketahui umum atau jika pasien memiliki pengetahuan aktual, terutama berdasarkan pengalaman di masa lampau.
Keempat, tidak ada keharusan untuk memberitahu pada kasus kegawatdaruratan dimana pasien tidak sadar atau tidak mampu memberikan persetujuan sah dan bahaya gagal pengobatan sangat nyata.
Kasus Kegawatdaruratan dan Informed Consent
Umumnya, hukum melibatkan persetujuan pasien selama keadaan gawat darurat. Pengadilan biasanya menunda pada keadaan-keadaan yang membutuhkan penanganan segera untuk perlindungan nyawa atau kesehatan pasien karena tidak memungkinkan untuk memperoleh persetujuan baik dari pasiennya maupun orang lain yang memegang otoritas atas nama pasien. Pengadilan mengasumsikan bahwa seorang dewasa yang kompeten, sadar, dan tenang akan memberikan persetujuan untuk penanganan menyelamatkan nyawa. Penting untuk didokumentasikan keadaan yang terjadi saat gawat darurat. Pada keadaan tersebut, dokter harus mencatat hal-hal berikut ini : 1) penanganan untuk kepentingan pasien, 2) terdapat situasi gawat darurat, 3) keadaan tidak memungkinkan untuk mendapatkan persetujuan dari pasien atau dari orang lain yang memegang otoritas atas nama pasien.
Kenyataan bahwa tatalaksana yang diberikan mungkin memang disarankan secara medis atau mungkin akan berguna di waktu mendatang tidaklah cukup untuk melakukannya tanpa persetujuan. Jika dokter tidak yakin apakah kondisi pasien betul-betul membutuhkan tindakan segera tanpa persetujuan, maka dokter tersebut perlu melakukan konfirmasi dengan sejawatnya.
Peraturan umum terkait persetujuan penanganan keadaan gawat darurat pada seorang anak sama saja dengan orang dewasa. Pengadilan biasanya menunda menyetujui dokter yang mengobati pasien anak “dewasa muda” (di atas 15 tahun) yang sudah dapat memberi persetujuan penanganan keadaan gawat darurat terhadap dirinya. Namun, tetap perlu diperhatikan untuk membuat informed consent dengan menghubungi orang tua pasien atau orang lain yang bertanggung jawab atas pasien tersebut.

SEJARAH KEPERAWATAN NASIONAL DAN INTERNASIONAL

1. Florence Nigtingale
Florence Nightingale (12 Mei 1820-13 Agustus 1910) adalah pelopor perawat modern, penulis dan ahli statistik. Ia dikenal dengan nama Bidadari Berlampu (bahasa Inggris The Lady With The Lamp) atas jasanya yang tanpa kenal takut mengumpulkan korban perang pada perang Krimea, di semenanjung Krimea, Rusia.
Florence Nightingale menghidupkan kembali konsep penjagaan kebersihan rumah sakit dan kiat-kiat juru rawat. Ia memberikan penekanan kepada pemerhatian teliti terhadap keperluan pasien dan penyusunan laporan mendetil menggunakan statistik sebagai argumentasi perubahan ke arah yang lebih baik pada bidang keperawatan di hadapan pemerintahan Inggris.


Salah satu foto terakhir Florence Nightingale
Lahir : 12 Mei 1820 Florence, Italia
Meninggal : 13 Agustus 1910 London, Inggris

2. Masa kecil
Florence Nightingale lahir di Firenze, Italia pada tanggal 12 Mei 1820 dan dibesarkan dalam keluarga yang berada. Namanya diambil dari kota tempat ia dilahirkan. Nama depannya, Florence merujuk kepada kota kelahirannya, Firenze dalam bahasa Italia atau Florence dalam bahasa Inggris.
Semasa kecilnya ia tinggal di Lea Hurst, sebuah rumah besar dan mewah milik ayahnya, William Nightingale yang merupakan seorang tuan tanah kaya di Derbyshire, London, Inggris. Sementara ibunya adalah keturunan ningrat dan keluarga Nightingale adalah keluarga terpandang. Florence Nightingale memiliki seorang saudara perempuan bernama Parthenope.

(Florence Nightingale sewaktu masih muda)
Pada masa remaja mulai terlihat perilaku mereka yang kontras dan Parthenope hidup sesuai dengan martabatnya sebagai putri seorang tuan tanah. Pada masa itu wanita ningrat, kaya, dan berpendidikan aktifitasnya cenderung bersenang-senang saja dan malas, sementara Florence lebih banyak keluar rumah dan membantu warga sekitar yang membutuhkan.

3. Perjalanan ke Jerman
Di tahun 1846 ia mengunjungi Kaiserswerth, Jerman, dan mengenal lebih jauh tentang rumah sakit modern pionir yang dipelopori oleh Pendeta Theodor Fliedner dan istrinya dan dikelola oleh biarawati Lutheran (Katolik).
Di sana Florence Nightingale terpesona akan komitmen dan kepedulian yang dipraktekkan oleh para biarawati kepada pasien.
Ia jatuh cinta pada pekerjaan sosial keperawatan, serta pulang ke Inggris dengan membawa angan-angan tersebut.

4. Belajar merawat
Pada usia dewasa Florence yang lebih cantik dari kakaknya, dan sebagai seorang putri tuan tanah yang kaya, mendapat banyak lamaran untuk menikah. Namun semua itu ia tolak, karena Florence merasa “terpanggil” untuk mengurus hal-hal yang berkaitan dengan kemanusiaan.
Pada tahun 1851, kala menginjak usia 31 tahun, ia dilamar oleh Richard Monckton Milnes seorang penyair dan seorang ningrat (Baron of Houghton), lamaran inipun ia tolak karena ditahun itu ia sudah membulatkan tekad untuk mengabdikan dirinya pada dunia keperawatan.


5. Ditentang oleh keluarga
Keinginan ini ditentang keras oleh ibunya dan kakaknya. Hal ini dikarenakan pada masa itu di Inggris, perawat adalah pekerjaan hina dan sebuah rumah sakit adalah tempat yang jorok. Banyak orang memanggil dokter untuk datang ke rumah dan dirawat di rumah.
Perawat pada masa itu hina karena:

* Perawat disamakan dengan wanita tuna susila atau “buntut” (keluarga tentara yang miskin) yang mengikuti kemana tentara pergi.
* Profesi perawat banyak berhadapan langsung dengan tubuh dalam keadaan terbuka, sehingga dianggap profesi ini bukan profesi sopan wanita baik-baik dan banyak pasien memperlakukan wanita tidak berpendidikan yang berada di rumah sakit dengan tidak senonoh
* Perawat di Inggris pada masa itu lebih banyak laki-laki daripada perempuan karena alasan-alasan tersebut di atas.
* Perawat masa itu lebih sering berfungsi sebagai tukang masak.

Argumentasi Florence bahwa di Jerman perawatan bisa dilakukan dengan baik tanpa merendahkan profesi perawat patah, karena saat itu di Jerman perawat juga biarawati Katolik yang sudah disumpah untuk tidak menikah dan hal ini juga secara langsung melindungi mereka dari perlakuan yang tidak hormat dari pasiennya.
Walaupun ayahnya setuju bila Florence membaktikan diri untuk kemanusiaan, namun ia tidak setuju bila Florence menjadi perawat di rumah sakit. Ia tidak dapat membayangkan anaknya bekerja di tempat yang menjijikkan. Ia menganjurkan agar Florence pergi berjalan-jalan keluar negeri untuk menenangkan pikiran.
Tetapi Florence berkeras dan tetap pergi ke Kaiserswerth, Jerman untuk mendapatkan pelatihan bersama biarawati disana. Selama empat bulan ia belajar di Kaiserwerth, Jerman di bawah tekanan dari keluarganya yang takut akan implikasi sosial yang timbul dari seorang gadis yang menjadi perawat dan latar belakang rumah sakit yang Katolik sementara keluarga Florence adalah Kristen Protestan.
Selain di Jerman, Florence Nightingale juga pernah bekerja di rumah sakit untuk orang miskin di Perancis.


6. Kembali ke Inggris
Pada tanggal 12 Agustus 1853, Nightingale kembali ke London dan mendapat pekerjaan sebagai pengawas bagian keperawatan di Institute for the Care of Sick Gentlewomen, sebuah rumah sakit kecil yang terletak di Upper Harley Street, London, posisi yang ia tekuni hingga bulan Oktober 1854. Ayahnya memberinya ₤500 per tahun (setara dengan ₤ 25,000 atau Rp. 425 juta pada masa sekarang), sehingga Florence dapat hidup dengan nyaman dan meniti karirnya.
Di sini ia beragumentasi sengit dengan Komite Rumah Sakit karena mereka menolak pasien yang beragama Katolik. Florence mengancam akan mengundurkan diri, kecuali bila komite ini merubah peraturan tersebut dan memberinya izin tertulis bahwa;

“ rumah sakit akan menerima tidak saja pasien yang beragama Katolik, tetapi juga Yahudi dan agama lainnya, serta memperbolehkan mereka menerima kunjungan dari pendeta-pendeta mereka, termasuk rabi, dan ulama untuk orang Islam ”

Komite Rumah Sakit pun merubah peraturan tersebut sesuai permintaan Florence.


7. Perang Krimea
Pada 1854 berkobarlah peperangan di Semenanjung Krimea. Tentara Inggris bersama tentara Perancis berhadapan dengan tentara Rusia. Banyak prajurit yang gugur dalam pertempuran, namun yang lebih menyedihkan lagi adalah tidak adanya perawatan untuk para prajurit yang sakit dan luka-luka.
Keadaan memuncak ketika seorang wartawan bernama William Russel pergi ke Krimea. Dalam tulisannya untuk harian TIME ia menuliskan bagaimana prajurit-prajurit yang luka bergelimpangan di tanah tanpa diberi perawatan sama sekali dan bertanya, “Apakah Inggris tidak memiliki wanita yang mau mengabdikan dirinya dalam melakukan pekerjaan kemanusiaan yang mulia ini?”.
Hati rakyat Inggrispun tergugah oleh tulisan tersebut. Florence merasa masanya telah tiba, ia pun menulis surat kepada menteri penerangan saat itu, Sidney Herbert, untuk menjadi sukarelawan.

(Gedung Barak Rumah Sakit di Scutari Sekarang)

Pada pertemuan dengan Sidney Herbert terungkap bahwa Florence adalah satu-satunya wanita yang mendaftarkan diri. Di Krimea prajurit-prajurit banyak yang mati bukan karena peluru dan bom, namun karena tidak adanya perawatan, dan perawat pria jumlahnya tidak memadai. Ia meminta Florence untuk memimpin gadis-gadis sukarelawan dan Florence menyanggupi.
Pada tanggal 21 Oktober 1854 bersama 38 gadis sukarelawan yang dilatih oleh Nightingale dan termasuk bibinya Mai Smith, berangkat ke Turki menumpang sebuah kapal.
Gedung Barak Rumah Sakit di Scutari sekarangPada tanggal November 1854 mereka mendarat di sebuah rumah sakit pinggir pantai di Scutari. Saat tiba disana kenyataan yang mereka hadapi lebih mengerikan dari apa yang mereka bayangkan.
Beberapa gadis sukarelawan terguncang jiwanya dan tidak dapat langsung bekerja karena cemas, semua ruangan penuh sesak dengan prajurit-prajurit yang terluka, dan beratus-ratus prajurit bergelimpangan di halaman luar tanpa tempat berteduh dan tanpa ada yang merawat.
Dokter-dokter bekerja cepat pada saat pembedahan, mereka memotong tangan, kaki, dan mengamputasi apa saja yang membahayakan hidup pemilik, potongan-potongan tubuh tersebut ditumpuk begitu saja diluar jendela dan tidak ada tenaga untuk membuangnya jauh-jauh ke tempat lain. Bekas tangan dan kaki yang berlumuran darah menggunung menjadi satu dan mengeluarkan bau tak sedap.
Florence diajak mengelilingi neraka tersebut oleh Mayor Prince, dokter kepala rumah sakit tersebut dan menyanggupi untuk membantu.
Florence melakukan perubahan-perubahan penting. Ia mengatur tempat-tempat tidur para penderita di dalam rumah sakit, dan menyusun tempat para penderita yang bergelimpangan di luar rumah sakit. Ia mengusahakan agar penderita yang berada di luar paling tidak bernaung di bawah pohon dan menugaskan pendirian tenda.

(Ilustrasi Rumah Sakit di Scutari)

Penjagaan dilakukan secara teliti, perawatan dilakukan dengan cermat:

* Perban diganti secara berkala.
* Obat diberikan pada waktunya.
* Lantai rumah sakit dipel setiap hari.
* Meja kursi dibersihkan.
* Baju-baju kotor dicuci dengan mengerahkan tenaga bantuan dari penduduk setempat.

Akhirnya gunungan potongan tubuh, daging, dan tulang-belulang manusiapun selesai dibersihkan, mereka dibuang jauh-jauh atau ditanam.
Dalam waktu sebulan rumah sakit sudah berubah sama sekali, walaupun baunya belum hilang seluruhnya namun jerit dan rintihan prajurit yang luka sudah jauh berkurang. Para perawat sukarelawan bekerja tanpa kenal lelah hilir-mudik di bawah pengawasan Florence Nightingale.
Ia juga menangani perawat-perawat lain dengan tangan besi, bahkan mengunci mereka dari luar pada malam hari. Ini dilakukan untuk membuktikan pada orang tua mereka di tingkat ekonomi menengah, bahwa dengan disiplin yang keras dan di bawah kepemimpinan kuat seorang wanita, anak-anak mereka bisa dilindungi dari kemungkinan serangan seksual.
Ketakutan akan hal inilah yang membuat ibu-ibu di Inggris menentang anak perempuan mereka menjadi perawat, dan menyebabkan rumah sakit di Inggris ketinggalan dibandingkan di benua Eropa lainnya dimana profesi keperawatan dilakukan oleh biarawati dan biarawati-biarawati ini berada dibawah pengawasan Biarawati Kepala.
Pada malam hari saat perawat lain beristirahat dan memulihkan diri, Florence menuliskan pengalamannya dan cita-citanya tentang dunia keperawatan, dan obat-obatan yang ia ketahui.
Namun, kerja keras Florence membersihkan rumah sakit tidak berpengaruh banyak pada jumlah kematian prajurit, malah sebaliknya, angka kematian malah meningkat menjadi yang terbanyak dibandingkan rumah sakit lainnya di daerah tersebut. Pada masa musim dingin pertama Florence berada disana sejumlah 4077 prajurit meninggal dirumah sakit tersebut. Sebanyak 10 kali lipat prajurit malah meninggal karena penyakit seperti; tipes, tifoid, kolera, dan disentri dibandingkan dengan kematian akibat luka-luka saat perang. Kondisi di rumah sakit tersebut menjadi sangat fatal karena jumlah pasien melimpah lebih banyak dari yang mungkin bisa ditampung, hal ini menyebabkan sistem pembuangan limbah dan ventilasi udara memburuk.
Pada bulan bulan Maret 1855, hampir enam bulan setelah Florence Nightingale datang, komisi kebersihan Inggris datang dan memperbaiki sistem pembuangan limbah dan sirkulasi udara, sejak saat itu tingkat kematian menurun drastis.
Namun Florence tetap percaya saat itu bahwa tingkat kematian disebabkan oleh nutrisi yang kurang dari suplai makanan dan beratnya beban pekerjaan tentara. Pemikiran ini baru berubah saat Florence kembali ke Inggris dan mengumpulkan bukti dihadapan Komisi Kerajaan untuk Kesehatan Tentara Inggris (Royal Commission on the Health of the Army), akhirnya ia diyakinkan bahwa saat itu para prajurit di rumah sakit meninggal akibat kondisi rumah sakit yang kotor dan memprihatinkan.
Hal ini berpengaruh pada karirnya di kemudian hari dimana ia gigih mengkampanyekan kebersihan lingkungan sebagai hal yang utama. Kampanye ini berhasil dinilai dari turunnya angka kematian prajurit pada saat damai (tidak sedang berperang) dan menunjukkan betapa pentingnya disain sistem pembuangan limbah dan ventilasi udara sebuah rumah sakit.

8. Bidadari berlampu
Pada suatu kali, saat pertempuran dahsyat di luar kota telah berlalu, seorang bintara datang dan melapor pada Florence bahwa dari kedua belah pihak korban yang berjatuhan banyak sekali.
Florence menanti rombongan pertama, namun ternyata jumlahnya sedikit, ia bertanya pada bintara tersebut apa yang terjadi dengan korban lainnya. Bintara tersebut mengatakan bahwa korban selanjutnya harus menunggu sampai besok karena sudah terlanjur gelap.
Florence memaksa bintara tersebut untuk mengantarnya ke bekas medan pertempuran untuk mengumpulkan korban yang masih bisa diselamatkan karena bila mereka menunggu hingga esok hari korban-korban tersebut bisa mati kehabisan darah.
Saat bintara tersebut terlihat enggan, Florence mengancam akan melaporkannya kepada Mayor Prince.
Berangkatlah mereka berenam ke bekas medan pertempuran, semuanya pria, hanya Florence satu-satunya wanita. Florence dengan berbekal lentera membalik dan memeriksa tubuh-tubuh yang bergelimpangan, membawa siapa saja yang masih hidup dan masih bisa diselamatkan, termasuk prajurit Rusia.
Malam itu mereka kembali dengan membawa lima belas prajurit, dua belas prajurit Inggris dan tiga prajurit Rusia.
Semenjak saat itu setiap terjadi pertempuran, pada malam harinya Florence berkeliling dengan lampu untuk mencari prajurit-prajurit yang masih hidup dan mulailah ia terkenal sebagai bidadari berlampu yang menolong di gelap gulita. Banyak nyawa tertolong yang seharusnya sudah meninggal.
Selama perang Krimea, Florence Nightingale mendapatkan nama “Bidadari Berlampu”. Pada tahun 1857 Henry Longfellow, seorang penyair AS, menulis puisi tentang Florence Nightingale berjudul “Santa Filomena”, yang melukiskan bagaimana ia menjaga prajurit-prajurit di rumah sakit tentara pada malam hari, sendirian, dengan membawa lampu.

“ Pada jam-jam penuh penderitaan itu, datanglah bidadari berlampu untukku. ”


9. Pulang ke Inggris
Florence Nightingale kembali ke Inggris sebagai pahlawan pada tanggal 7 Agustus 1857, semua orang tahu siapa Florence Nightingale dan apa yang ia lakukan ketika ia berada di medan pertempuran Krimea, dan menurut BBC, ia merupakan salah satu tokoh yang paling terkenal setelah Ratu Victoria sendiri. Nightingale pindah dari rumah keluarganya di Middle Claydon, Buckinghamshire, ke Burlington Hotel di Piccadilly. Namun, ia terkena demam, yang disebabkan oleh Bruselosis (“demam Krimea”) yang menyerangnya selama perang Krimea. Dia memalangi ibu dan saudara perempuannya dari kamarnya dan jarang meninggalkannya.
Sebagai respon pada sebuah undangan dari Ratu Victoria – dan meskipun terdapat keterbatasan kurungan pada ruangannya – Nightingale memainkan peran utama dalam pendirian Komisi Kerajaan untuk Kesehatan Tentara Inggris, dengan Sidney Herbert menjadi ketua. Sebagai wanita, Nightingale tidak dapat ditunjuk untuk Komisi Kerajaan, tetapi ia menulis laporan 1.000 halaman lebih yang termasuk laporan statistik mendetail, dan ia merupakan alat implementasi rekomendasinya. Laporan Komisi Kerajaan membuat adanya pemeriksaan tentara militer, dan didirikannya Sekolah Medis Angkatan Bersenjata dan sistem rekam medik angkatan bersenjata.

10. Karir selanjutnya
Ketika ia masih di Turki, pada tanggal 29 November 1855, publik bertemu untuk memberikan pengakuan pada Florence Nightingale untuk hasil kerjanya pada perang yang membuat didirikannya Dana Nightingale untuk pelatihan perawat. Sidney Herbert menjadi sekretaris honorari dana, dan Adipati Cambridge menjadi ketua. Sekembalinya Florence ke London, ia diundang oleh tokoh-tokoh masyarakat. Mereka mendirikan sebuah badan bernama “Dana Nightingale”, dimana Sidney Herbert menjadi Sekertaris Kehormatan dan Adipati Cambridge menjadi Ketuanya. Badan tersebut berhasil mengumpulkan dana yang besar sekali sejumlah ₤ 45.000 sebagai rasa terima kasih orang-orang Inggris karena Florence Nightingale berhasil menyeamatkan banyak jiwa dari kematian.
Florence menggunakan uang itu untuk membangun sebuah sekolah perawat khusus untuk wanita yang pertama, saat itu bahkan perawat-perawat pria pun jarang ada yang berpendidikan.
Florence berargumen bahwa dengan adanya sekolah perawat, maka profesi perawat akan menjadi lebih dihargai, ibu-ibu dari keluarga baik-baik akan mengijinkan anak-anak perempuannya untuk bersekolah disana dan masyarakat akan lain sikapnya menghadai seseorang yang terdidik.
Sekolah tersebut pun didirikan di lingkungan rumah sakit St. Thomas Hospital, London. Dunia kesehatan pun menyambut baik pembukaan sekolah perawat tersebut.
Saat dibuka pada tanggal 9 Juli 1860 berpuluh-puluh gadis dari kalangan baik-baik mendaftarkan diri, perjuangan Florence di Semenanjung Krimea telah menghilangkan gambaran lama tentang perempuan perawat. Dengan didirikannya sekolah perawat tersebut telah diletakkan dasar baru tentang perawat terdidik dan dimulailah masa baru dalam dunia perawatan orang sakit. Kini sekolah tersebut dinamakan Sekolah Perawat dan Kebidanan Florence Nightingale (Florence Nightingale School of Nursing and Midwifery) dan merupakan bagian dari Akademi King College London.
Sebagai pimpinan sekolah Florence mengatur sekolah itu dengan sebaik mungkin. Tulisannya mengenai dunia keperawatan dan cara mengaturnya dijadikan bahan pelajaran di sekolah tersebut.
Saat tiba waktunya anak-anak didik pertama Florence menamatkan sekolahnya, berpuluh-puluh tenaga pemudi habis diambil oleh rumah sakit sekitar, padahal rumah sakit yang lain banyak meminta bagian.
Perawat lulusan sekolah Florence pertama kali bekerja pada Rumah Sakit Liverpool Workhouse Infirmary. Ia juga berkampanye dan menggalang dana untuk rumah sakit Royal Buckinghamshire di Aylesbury dekat rumah tinggal keluarganya.
Dengan perawat-perawat terdidik, era baru perawatan secara modernpun diterapkan ditempat-tempat tersebut.
Dunia menjadi tergugah dan ingin meniru. Mereka mengirimkan gadis-gadis berbakat untuk dididik di sekolah tersebut dan sesudah tamat mereka diharuskan mendirikan sekolah serupa di negerinya masing-masing.
Pada tahun 1882 perawat-perawat yang lulus dari sekolah Florence telah tumbuh dan mengembangkan pengaruh mereka pada awal-awal pengembangan profesi keperawatan. Beberapa dari mereka telah diangkat menjadi perawat senior (matron), termasuk di rumah sakit-rumah sakit London seperti St. Mary’s Hospital, Westminster Hospital, St Marylebone Workhouse Infirmary dan the Hospital for Incurables (Putney); dan diseluruh Inggris, seperti: Royal Victoria Hospital, Netley; Edinburgh Royal Infirmary; Cumberland Infirmary; Liverpool Royal Infirmary dan juga di Sydney Hospital, di New South Wales, Australia.
Orang sakit menjadi pihak yang paling beruntung di sini, disamping mereka mendapatkan perawatan yang baik dan memuaskan, angka kematian dapat ditekan serendah mungkin. Buku dan buah pikiran Florence Nightingale menjadi sangat bermanfaat dalam hal ini.
Pada tahun 1860 Florence menulis buku Catatan tentang Keperawatan (Notes on Nursing) buku setebal 136 halaman ini menjadi buku acuan pada kurikulum di sekolah Florence dan sekolah keperawatan lainnya. Buku ini juga menjadi populer di kalangan orang awam dan terjual jutaan eksemplar di seluruh dunia.
Pada tahun 1861 cetakan lanjutan buku ini terbit dengan tambahan bagian tentang perawatan bayi.
Pada tahun 1869, Nightingale dan Elizabeth Blackwell mendirikan Universitas Medis Wanita.
Pada tahun 1870-an, Linda Richards, “perawat terlatih pertama Amerika”, berkonsultasi dengan Florence Nightingale di Inggris, dan membuat Linda kembali ke Amerika Serikat dengan pelatihan dan pengetahuan memadai untuk mendirikan sekolah perawat. Linda Richards menjadi pelopor perawat di Amerika Serikat dan Jepang.
Pada tahun 1883 Florence dianugrahkan medali Palang Merah Kerajaan (The Royal Red Cross) oleh Ratu Victoria.

Pada tahun 1907 pada umurnya yang ke 87 tahun Raja Inggris, di hadapan beratus-ratus undangan menganugerahkan Florence Nightingale dengan bintang jasa The Order Of Merit dan Florence Nightingale menjadi wanita pertama yang menerima bintang tanda jasa ini.
Pada tahun 1908 ia dianugrahkan Honorary Freedom of the City dari kota London.
Nightingale adalah seorang universalis Kristen. Pada tanggal 7 Februari 1837 – tidak lama sebelum ulang tahunnya ke-17 – sesuatu terjadi yang akan mengubah hidupnya: ia menulis, “Tuhan berbicara padaku dan memanggilku untuk melayani-Nya.”

11. Meninggal dunia
Florence Nightingale meninggal dunia di usia 90 tahun pada tanggal 13 Agustus 1910. Keluarganya menolak untuk memakamkannya di Westminster Abbey, dan ia dimakamkan di Gereja St. Margaret yang terletak di East Wellow, Hampshire, Inggris.

TUGAS KLONING

ILMU KEPERAWATAN STIKESSMH REG 1C

Rabu, 01 Desember 2010
KLONING
KLONING Definisi: Pembiakan adalah teknik membuat keturunan dengan kode genetik yang sama dengan induknya.
Terapan: Kloning bisa diterapkan terhadap tumbuhan, binatang bahkan manusia.
Prosedur Kloning: Kloning dilakukan dengan cara mengambil sel tubuh (sel somatik) yang telah diambil ini selnya (nukleus) dari tubuh manusia yang selanjutnya ditanamkan pada sel telur (ovum) wanita.
Perbandingan antara Pembuahan Alami dengan Kloning: Pembuahan alami berasal dari proses penyatuan sperma yang mengandung 23 kromosom dan ovum yang mempunyai 23 kromosom. Ketika menyatu jumlah kromosomnya menjadi 46.
Jadi anak yang dihasilkan akan mempunyai ciri ciri yang berasal dari kedua induknya.
Dalam proses kloning, sel yang diambil dari tubuh manusia telah mengandung 46 kromosom, sehingga anak yang dihasilkan dari kloning hanya mewarisi sifat-sifat dari orang yang menjadi sumber pengambilan inti sel tubuh.
Hukum Kloning: a) Kloning tumbuhan dan hewan Memperbaiki kualitas dan produktivitas tanaman dan hewan menurut syara’ termasuk mubah. Memanfaatkan tanaman dan hewan, melalui proses kloning, untuk mendapatkan obat hukumnya sunnah. Sebab berobat hukumnya sunnah. Innallaha azza wa jalla kaitsu kholaqodda’a kholaqodda wa ‘a fatadawau "Sesungguhnya Allah Azza Wa Jalla setiap menciptakan penyakit, Dia menciptakan pula obatnya. Maka berobatlah kamu" (HR. Imam Ahmad) b) Kloning Embrio Kloning embrio terjadi pada sel embrio yang berasal dari rahim istri atas pertemuan sel sperma suami dengan sel telur istri. Sel embrio itu kemudian diperbanyak hingga berpotensi untuk membelah dan berkembang. Setelah dipisahkan sel embrio itu selanjutnya dapat ditanamkan dalam rahim perempuan asing (bukan istri). Kalau ini yang terjadi maka hukumnya haram. Akan tetapi jika sel-sel embrio itu ditanamkan ke dalam rahim pemilik sel telur, maka kloning tersebut hukumnya mubah. c) Kloning Manusia Walaupun dengan alasan untuk memperbaiki keturunan; biar lebih cerdas, rupawan lebih sehat, lebih kuat dll, kloning manusia hukumnya haram. Dalil keharamannya adalah sebagai berikut: 1) Proses kloning tidak alami Wa ‘abbahu kholaqozzau jainiz zakaro wal untsa min nutfatin idza tumna (Dan bahwasanya Dialah yang menciptakan berpasang-pasangan laki-laki dan perempuan dari air mani yang dipancarkan. QS An Najm 45-46) 2) Produk kloning tidak mempunyai ayah Yaa ayyuhannnas, inna kholagnakum, min zakarin wa untsa (Hai manusia sesungguhnya Kami menciptakan kalian dari seorang laki-laki dan seorang perempuan. QS. Al Hujarat 13) Ud ‘uhum li aba’ihim huwa ‘aqsyatu indallah Panggillah mereka (anak-anak angkat itu) dengan (memakai) nama bapak-bapak mereka, itulah yang lebih adil di sisi Allah) QS Al Ahzab 5) 3) Kloning manusia menghilangkan nasab (garis keturunan) Islam mewajibkan pemeliharaan nasab. Diriwayatkan oleh Ibnu Abas RA Manin tasaba ilaa ghoiri abihi, autawalla ghoiro muwalihi, fa’alaihi laknatullah wal malaikatihi wan nasi aj’main (HR; Ibnu Majah) (Siapa saja yang menghubungkan nasab kepada orang yang bukan ayahnya, atau (budak) bertuan kepada selain tuannya, maka dia akan mendapat laknat dari Allah, para malaikat, dan seluruh manusia) 4) Kloning mencegah pelaksanaan banyak hukum syara; hukum perkawinan, nafkah, hak dan kewajiban antara bapak dan anak, hak waris, hubungan kemahraman, dll. Kloning juga menyalahi fitrah
TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP KLONING
Manusia merupakan makhluk yang paling sempurna di muka bumi ini saat Allah menciptakan manusia. Dia juga membekali akal dan Pikiran untuk dapat mengetahui atas kebesaran penciptanya, serta menambah keimanannya.
Di dalam perkembangan ilmu pengetahuan yang sangat maju saat ini, banyak cara yang dapat dilakukan oleh seseorang untuk bisa memperoleh keturunan baik dengan alami ataupun dengan bantuan teknologi. Keinginan untuk mendapatkan keturunan mendorong pasangan suami istri melakukan berbagai usaha. Salah satu usaha yang dapat dilakukan adalah kloning
Peneliti sering tidak menyadari bahwasannya di dalam tubuh kita ini terdiri dari ribuan sel yang bentuk dan fungsinya beraneka ragam. Setiap sel yang sejenis akan membentuk organ. Mereka membentuk suatu kesatuan yang disebut sistem. Demikian Allah yang maha penyayang yang telah menciptakan manusia dengan kesempurnaan.
Berkat kemajuan yang sudah dicapai, maka tidak mengherankan bila sebuah rekayasa genetika dan bio teknologi menjadi suatu kajian yang ilmiah, serta prestasi ilmu pengetahuan yang spektakuler dan penuh kontroversi. Seperti hanya keberhasilan kloning hewan yang dilakukan oleh ilmuwan Inggris yang bernama Dr. Ian Wilmut terhadap seekor domba yang diberi nama Dolly.
Istilah kloning atau klonasi berasal dari kata clone (bahasa Greek) atau klona, yang secara harfiah berarti potongan/pangkasan tanaman. Dalam hal ini tanam-tanaman baru yang persis sama dengan tanaman induk dihasilkan lewat penanaman potongan tanaman yang diambil dari suatu pertemuan tanaman jantan dan betina. Melihat asal bahasa yang digunakan, dapat dimengerti bahwa praktek perbanyakan tanaman lewat potongan/pangkasan tanaman telah lama dikenal manusia. Karena tidak adanya keterlibatan jenis kelamin, maka yang dimaksud dengan clonasi adalah suatu metode atau cara perbanyakan makhluk hidup (atau reproduksi) secara seksual. Hasil perbanyakan lewat cara semacam ini disebut klonus/klona, yang dapat diartikan sebagai individu atau organisme yang dimiliki genotipus yang identik.
Klon atau clone berasal dari bahasa Yunani yang artinya pemangkasan (tanaman). Istilah ini semula digunakan untuk potongan/pangkasan tanaman yang akan ditanam. Kini, setelah mengalami kemajuan tehnologi sudah berubah menjadi rekayasa genetika.
Selama ini reproduksi aseksual hanya terjadi pada bakteri, serangga, cacing tanaman. Dengan perkembangan bioteknologi, para ahli genetika menemukan cara reproduksi makhluk tanpa harus melalui proses pertemuan sperma dan sel ovum yakni dengan mereplikasi (meng-copy) fragmen DNA yang akan di kloning dari sel suatu makhluk hidup seperti sel rambut, tulang, otot, dll.
Kloning manusia menjadi isu pembicaraan semakin menarik para ulama akhir-akhir ini. Sejak keberhasilan kloning Domba 1996, muncullah hasil kloning lain pada monyet (2000), lembu (2001), sapi (2001), kucing (2001) dan dikomersialkan pada 2004, kuda (2003), anjing, serigala dan kerbau. Selain itu, beberapa lembaga riset telah berhasil mengkloning bagian tubuh manusia seperti tangan. Kloning bagian tubuh manusia dilakukan untuk kebutuhan medis, seperti tangan yang hilang karena kecelakaan dapat dikloning baru, begitu juga jika terjadi ginjal yang rusak (gagal ginjal). Dan terakhir, ada dua berita pengkloningan manusia yakni Dokter Italia Kloning Tiga Bayi dan Dr. Zavos Mulai Kloning Manusia.
Kloning manusia mempunyai proses atau cara yang hampir sama dengan proses bayi tabung. Pertama dilakukan pembuahan sperma dan ovum diluar rahim, setelah terjadi pembelahan (sampai maksimal 64 pembelahan) ditanam di dalam rahim, sel intinya diambil dan diganti dengan sel inti manusia yang akan di kloning. Proses selanjutnya sebagaimana pada kehamilan biasa.
Kloning terhadap manusia merupakan bentuk intervensi hasil rekayasa manusia. Kloning adalah teknik memproduksi duplikat yang identik secara genetis dari suatu organisme.
Untuk reproduksi makhluk hidup secara aseksual (tanpa diawali proses pembuahan sel telur oleh sperma, tapi diambil dari inti sebuah sel). Dalam cloning manusia (human cloning), selain dibutuhkan sel yang akan dikloning, dibutuhkan pula ovum (sel telur) dan rahim. Tanpa ovum tidak bisa dikloning dan tanpa rahim, sel yang dikloning pada ovum akan mati.
Permasalahan kloning merupakan permasalahan kontemporer (kekinian). Dalam kajian literatur klasik belum pernah persoalan kloning dibahas oleh para ulama. Oleh karenanya, rujukan yang penulis kemukakan berkenaan dengan masalah kloning ini adalah menurut beberapa pandangan ulama kontemporer.
Para ulama yang mengharamkan kloning manusia memiliki beberapa dalil yang menguatkan pendapat mereka. Kloning manusia akan menghilang nasab (garis keturunan). Padahal Islam telah mewajibkan pemeliharaan nasab. Diriway¬atkan dari Ibnu 'Abbas RA, yang mengatakan bahwa Rasulullah SAW telah bersabda :
مَنْ ادَّعَى إِلَى غَيْرِ أَبِيهِ وَهُوَ يَعْلَمُ أَنَّهُ غَيْرُ أَبِيهِ فَالْجَنَّةُ عَلَيْهِ حَرَامٌ
"Siapa saja yang mengaku-ngaku (sebagai anak) kepada orang yang bukan bapaknya, padahal dia tahu bahwa orang itu bukan bapaknya, maka surga baginya haram."(HR Muslim)
Kloning yang bertujuan memproduksi manusia-manusia yang unggul dalam hal kecerdasan, kekuatan fisik, kesehatan, kerupawanan jelas mengharuskan seleksi terhadap para laki-laki dan perempuan yang mempunyai sifat-sifat unggul terse¬but, tanpa mempertimbangkan apakah mereka suami-isteri atau bukan, sudah menikah atau belum. Dengan demikian sel-sel tubuh akan diambil dari laki-laki dan perempuan yang mempun¬yai sifat-sifat yang diinginkan, dan sel-sel telur juga akan diambil dari perempuan-perempuan terpilih, serta diletakkan pada rahim perempuan terpilih pula, yang mempunyai sifat-sifat keunggulan. Semua ini akan mengakibatkan hilangnya nasab dan bercampur aduknya nasab.
Anak-anak produk proses kloning tersebut dihasilkan melalui cara yang tidak alami. Padahal justru cara alami itulah yang telah ditetapkan oleh Allah untuk manusia dan dijadikan-Nya sebagai sunnatullah untuk menghasilkan anak-anak dan keturunan. Allah SWT berfirman :
وَأَنَّهُ خَلَقَ الزَّوْجَيْنِ الذَّكَرَ وَالْأُنْثَى مِنْ نُطْفَةٍ إِذَا تُمْنَى
"dan Bahwasanya Dialah yang menciptakan berpasang-pasangan laki-laki dan perempuan, dari air mani apabila dipancarkan." (QS. An Najm : 45-46)
Allah SWT berfirman :
أَلَمْ يَكُ نُطْفَةً مِنْ مَنِيٍّ يُمْنَى ثُمَّ كَانَ عَلَقَةً فَخَلَقَ فَسَوَّى
"Bukankah dia dahulu setetes mani yang ditumpahkan (ke dalam rahim), kemudian mani itu menjadi segumpal darah, lalu Allah menciptakannya, dan menyempurnakannya." (QS. Al Qiya>mah : 37-38)
Pendapat diatas juga didukung oleh KH Ali Yafi, beliau mengatakan manusia tidak dapat disamakan dengan hewan dan tumbuhan untuk dikloning. Jika tetap disamakan dengan hewan dan tumbuhan, derajat manusia akan turun. Oleh karena itu kloning manusia haram.
Memproduksi anak melalui proses kloning akan mencegah pelaksanaan banyak hukum-hukum syara', seperti hukum tentang perkawinan, nasab, nafkah, hak dan kewajiban antara bapak dan anak, waris, perawatan anak, hubungan kemahraman, hubun¬gan 'as}abah, dan lain-lain. Di samping itu kloning akan mencampur adukkan dan menghilangkan nasab serta menyalahi fitrah yang telah diciptakan Allah untuk manusia dalam masalah kelahiran anak. Kloning manusia sungguh merupakan perbuatan keji yang akan dapat menjungkir balikkan struktur kehidupan masyarakat.
Dari beberapa pandangan ulama kontemporer seperti Quraish Shihab, Ali Yafi, Abdel Mufti Bayoumi, Yusuf Al-Qardhawi, HM Amin Abdullah dan masih banyak lagi ulama-ulama yang lain.
Penulis mempunyai pendapat yang berbeda tentang kemahraman melakukan kloning manusia , hal ini disebabkan kloning merupakan hal yang patut di sukuri karena sebagai salah satu penemuan yang dapat dimanfaatkan sebagai solusi bagi pasangan yang mengalami gangguan ketidak suburan.
Penulis beralasan di karenakan argumen dari pandangan ulama kontemporer sangatlah umum dan tidak ada spesifikasi masalah. Sedangkan penulis beranggapan dengan membolehkan dilakukannya bayi tabung oleh pasangan suami istri, maka itu juga salah satu celah untuk di boleh seseorang pasangan suami isteri untuk melakukan upaya pengkloniangan manusia.
Di dalam agama Islam pernikahan merupakan suatu ikatan lahir batin antara laki-laki dan perempuan untuk hidup bersama dalam satu rumah tangga, serta sebagai upaya untuk mendapatkan keturunan yang dilangsungkan menurut ketentuan-ketentuan syari'at Islam.
Sedangkan anak merupakan mutiara keluarga. Kehadirannya selalu ditunggu di setiap perkawinan sepasang suami isteri. Jika ia tidak hadir dalam rentang waktu cukup panjang dalam sebuah perkawinan, akan membuat cemas banyak pihak, khususnya orang tua serta para kerabat. Anak merupakan magnet kuat untuk menjaga keutuhan suatu rumah tangga.
Infertilitas atau tidak kesuburan dapat menjadi sumber kecemasan pada pasangan suami istri. Untuk menghasilkan anak (reproduksi) setiap pasangan harus subur (fertil) dengan syarat - syarat pada seorang perempuan di antaranya sistem dalam indung telur mampu menghasilkan telur secara teratur (setiap empat atau enam minggu), saluran sel telur berfungsi dengan normal dan bisa menghantarkan telur dan sperma, rahim mampu mengembangkan dan mempertahankan telur yang sudah dibuahi hingga mencapai maturitas (38 minggu dihitung dari haid terakhir)
Adapun syarat untuk seorang laki-laki di antaranya buah pelir (buah zakar) mampu menghasilkan sperma normal yang cukup jumlahnya untuk membuahi sel telur. Saluran zakar mampu menghantarkan sperma sampai ke penis. Kemampuan untuk mempertahankan ereksi, kemampuan untuk mencapai ejakulasi agar sperma dapat dikeluarkan ke dalam liang senggama
Infertilitas adalah suatu kondisi dimana suami istri belum mampu mempunyai anak walaupun telah melakukan hubungan seksual sebanyak 2-3 kali seminggu dalam kurun waktu 1 tahun dengan tanpa menggunakan alat kontrasepsi dalam bentuk apapun.
Seorang perempuan seringkali diopinikan sebagai faktor utama penyebab kegagalan menghasilkan anak (reproduksi). Pendapat itu tidak beralasan sebab gangguan ketidak suburan pada seorang perempuan bukanlah penyebab utama. Gangguan infertilisasi pada pasangan inferitil, sekitar 40 % adalah perempuan dan 40% laki-laki. Sisanya 20%, karena kedua pasangan atau penyebabnya belum diketahui.
Akan tetapi, sistem reproduksi wanita sering dianggap sebagai sebuah sistem yang lebih komplek daripada sistem reproduksi pria. Hal tersebut terjadi karena hampir seluruh sistem reproduksi manusia terjadi dalam sistem reproduksi wanita. Dalam perkembangan ilmu kedokteran sudah banyak cara yang dapat dilakukan oleh seorang pasangan yang tidak mempunyai pasangan suami istri untuk mendapatkan keturunan di dalam ikatan perkawinan.
Seperti hanya dengan melakukan general check up kepada kedua pasangan agar diketahui penyebab terjadinya infertilisasi. Setelah diketahui maka cara yang dapat dipilih adalah dengan melakukan terapi kesuburan, inseminasi buatan, bayi tabung, dan yang terbaru adalah dengan melakukan kloning. Cara itu semua menjadi sebuah pilihan yang bisa menjadikan sebuah solusi untuk mereka.
Dengan banyaknya solusi yang diberikan oleh ilmu kedokteran untuk dapat memperoleh keturunan, pada satu sisi adanya penemuan medis tentang upaya menghasilkan anak (reproduksi) dengan melakukan kloning merupakan prestasi yang patut disukuri dan terus dikembangkan. Tetapi pada sisi lain menimbulkan persoalan baru karena ini berkaitan dengan bagaimana status anak yang dihasisilkan dari proses kloning tersebut.

TUGAS ABORSI

ABORSI
ABORSI
Definisi dari aborsi sendiri adalah adanya perdarahan dari dalam rahim perempuan hamil di mana karena sesuatu sebab, maka kehamilan tersebut gugur & keluar dari dalam rahim bersama dengan darah, atau berakhirnya suatu kehamilan sebelum anak berusia 22 minggu atau belum dapat hidup di dunia luar. Biasanya disertai dengan rasa sakit di perut bawah seperti diremas-remas & perih. Aborsi dibagi lagi menjadi aborsi spontan yang terjadi akibat keadaan kondisi fisik yang turun, ketidakseimbangan hormon didalam tubuh, kecelakaan, maupun sebab lainnya.
Aborsi buatan, yang dibagi menjadi 2..aborsi provokatus terapetikus (buatan legal) & aborsi provokatus kriminalis (buatan ilegal).
aborsi provokatus terapetikus adalah pengguguran kandungan yang dilakukan menurut syarat-syarat medis & cara yang dibenarkan oleh peraturan perundangan, biasanya karena alasan medis untuk menyelamatkan nyawa/mengobati ibu.
Aborsi provokatus kriminalis adalah pengguguran kandungan yang tujuannya selain untuk menyelamatkan/mengobati ibu, dilakukan oleh tenaga medis/non-medis yang tidak kompeten, serta tidak memenuhi syarat & cara-cara yang dibenarkan oleh peraturan perundangan.
Biasanya di dalamnya mengandung unsur kriminal atau kejahatan. Dari segi medis adapun tahapan-tahapan aborsi spontan adalah sebagai berikut:
Aborsi iminens, yaitu adanya tanda-tanda perdarahan yang mengancam adanya aborsi, di mana janin sendiri belum terlepas dari rahim. Keadaan seperti masih dapat diselamatkan dengan pemberian obat hormonal serta istirahat total.
Aborsi insipiens, yaitu aborsi yang sedang berlangsung, di mana terjadi perdarahan yang banyak disertai janin yang terlepas dari rahim. Jenis seperti ini biasanya janin sudah tidak dapat lagi diselamatkan.
Aborsi inkomplitus, yaitu sudah terjadi pembukaan rahim, janin sudah terlepas & keluar dari dalam rahim namun masih ada sisa plasenta yang menempel dalam rahim, & menimbulkan perdahan yang banyak sebelum akhirnya plasenta benar-benar keluar dari rahim. Pengobatannya harus dilakukan kuretase untuk mengeluarkan sisa plasenta ini.
Aborsi komplitus, yaitu aborsi di mana janin & plasenta sudah keluar secara lengkap dari dalam rahim, walaupun masih ada sisa-sisa perdarahan yang kadang masih memerlukan tindakan kuretase untuk membersihkannya.

Di Indonesia adapun ketentuan-ketentuan yang berkaitan dengan soal aborsi & penyebabnya dapat dilihat pada:
KUHP Bab XIX Pasal 229,346 s/d 349:

Pasal 229: Barang siapa dengan sengaja mengobati seorang perempuan atau menyuruhnya supaya diobati, dengan diberitahukan atau ditimbulkan harapan, bahwa karena pengobatan itu hamilnya dapat digugurkan, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau denda paling banyak tiga ribu rupiah.
Pasal 346: Seorang perempuan yang dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungannya atau menyuruh orang lain untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun.
Pasal 347:
(1) Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang perempuan tanpa persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama duabelas tahun.
(2) Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya perempuan tersebut, diancam dengan pidana penjara paling lama limabelas tahun.
Pasal 348:
(1) Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang perempuan dengan persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan.
(2) Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya perempuan tersebut, diancam dengan pidana penjara tujuh tahun.
Pasal 349: Jika seorang dokter, bidan atau juru obat membantu melakukan kejahatan berdasarkan pasal 346, ataupun membantu melakukan salah satu kejahatan dalam pasal 347 & 348, maka pidana yang ditentukan dalam pasal itu dapat ditambah dengan sepertiga & dapat dicabut hak untuk menjalankan pencaharian dalam mana kejahatan dilakukan.
Dari rumusan pasal-pasal tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa:
1. Seorang perempuan hamil yang dengan sengaja melakukan aborsi atau ia menyuruh orang lain, diancam hukuman empat tahun penjara.
2. Seseorang yang dengan sengaja melakukan aborsi terhadap ibu hamil dengan tanpa persetujuan ibu hamil tersebut, diancam hukuman penjara 12 tahun, & jika ibu hamil tersebut mati, diancam penjara 15 tahun penjara.
3. Jika dengan persetujuan ibu hamil, maka diancam hukuman 5,5 tahun penjara & bila ibu hamil tersebut mati diancam hukuman 7 tahun penjara.
4. Jika yang melakukan & atau membantu melakukan aborsi tersebut seorang dokter, bidan atau juru obat ancaman hukumannya ditambah sepertiganya & hak untuk berpraktik dapat dicabut.
5. Setiap janin yang dikandung sampai akhirnya nanti dilahirkan berhak untuk hidup serta mempertahankan hidupnya.
UU HAM, pasal 53 ayat 1(1): Setiap anak sejak dalam kandungan berhak untuk hidup, mempertahankan hidup & meningkatkan taraf kehidupannya.
UU Kesehatan, pasal 15 ayat 1&2:
(1) Dalam keadaan darurat sebagai upaya untuk menyelamatkan jiwa ibu hamil atau janinnya dapat dilakukan tindakan medis tertentu.
(2) Tindakan medis tertentu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya dapat dilakukan :
a. Berdasarkan indikasi medis yang mengharuskan diambilnya tindakan tersebut.
b. Oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian & kewenangan untuk itu & dilakukan sesuai dengan tanggungjawab profesi serta berdasarkan pertimbangan tim ahli.
c. Dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan atau suami atau keluarganya.
d. Pada sarana kesehatan tertentu.
Pada penjelasan UU Kesehatan pasal 15 dinyatakan sebagai berikut:
(1) Tindakan medis dalam bentuk pengguguran kandungan dengan alasan apapun dilarang, karena bertentangan dengan norma hukum, norma agama, norma kesusilaan & norma kesopanan. Namun dalam keadaan darurat sebagai upaya untuk menyelamatkan jiwa ibu atau janin yang dikandungnya dapat diambil tindakan medis tertentu.
(2) Butir a: Indikasi medis adalah suatu kondisi yang benar-benar mengharuskan diambil tindakan medis tertentu, sebab tanpa tindakan medis tertentu itu ibu hamil & janinnya terancam bahaya maut.
Butir b: Tenaga kesehatan yang dapat melakukan tindakan medis tertentu adalah tenaga yang memiliki keahlian & kewenangan untuk melakukannya, yaitu seorang dokter ahli kebidanan & penyakit kandungan.
Butir c: Hak utama untuk memberikan persetujuan (informed consent) ada pada ibu hamil yang bersangkutan, kecuali dalam keadaan tidak sadar atau tidak dapat memberikan persetujuannya, dapat diminta dari suami atau keluarganya.
Butir d: Sarana kesehatan tertentu adalah sarana kesehatan yang memiliki tenaga & peralatan yang memadai untuk tindakan tersebut & telah ditunjuk pemerintah.
Namun sayangnya didalam UU Kesehatan ini belum disinggung soal masalah kehamilan akibat perkosaan, akibat hubungan seks komersial yang menimpa pekerja seks komersial ataupun kehamilan yang diketahui bahwa janin yang dikandung tersebut mempunyai cacat bawaan yang berat.
(3) Dalam peraturan pemerintah sebagai pelaksanaan dari pasal ini dijabarkan antara lain mengenai keadaan darurat dalam menyelamatkan jiwa ibu hamil atau janinnya, tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian & kewenangan bentuk persetujuan, sarana kesehatan yang ditunjuk.
UU Penghapusan KDRT, pasal 10 mengenai hak-hak korban pada butir (b): Korban berhak mendapatkan pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan medis.
Di sini dicoba disimpulkan sesuatu & mempunyai persepsi dari pernyataan butir-butir pasal UU KDRT sebelumnya yang saling berkaitan:
1. Pasal 2(a): Lingkup rumah tangga ini meliputi: Suami, isteri, anak.
2. Pasal 5: Setiap orang dilarang melakukan kekerasan dalam rumah tangga terhadap orang dalam lingkup rumahtangganya dengan cara:
a. Kekerasan fisik
b. Kekerasan psikis
c. Kekerasan seksual
d. Penelantaran rumah tangga
3. Pasal 8(a): Kekerasan seksual meliputi:
a. Pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan terhadap orang yang menetap dalam lingkup rumah tangga tersebut.
b. Pemaksaan hubungan seksual terhadap salah seorang dalam lingkup rumah tangganya dengan orang lain untuk tujuan komersil dan/atau tujuan tertentu.
Dalam UU ini memang tidak disebutkan secara tegas apa yang dimaksud dengan ‘pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan medis’ pada pasal 10, namun apabila dikaitkan dengan kekerasan seksual yang berefek pada kehamilan yang tidak diinginkan, maka korban diasumsikan dapat meminta hak atas pelayanan medis untuk mengakhiri kehamilannya, karena secara medis, korban akan mengalami stres ataupun depresi, & bukan tidak mungkin akan menjadi sakit jiwa apabila kehamilan tersebut diteruskan.
Dari uraian penyebab inilah mungkin didapatkan gambaran mengenai penggolongan aborsi yang akan dilakukan. Pada butir ke-5 sudah jelas dapat digolongkan pada aborsi terapetikus, sesuai dengan UU Kesehatan pasal 15 tentang tindakan medis tertentu yang harus diambil terhadap ibu hamil demi untuk menyelamatkan nyawa ibu. Butir ke-2 & 3, mungkin para ahli kesehatan & ahli hukum dapat memahami alasan aborsi karena merupakan hal-hal yang di luar kemampuan ibu, dimana pada butir ke 2, apabila bayi dibiarkan hidup, mungkin akan menjadi beban keluarga serta kurang baiknya masa depan anak itu sendiri. Namun keadaan ini bertetangan dengan UU HAM pasal 53 mengenai hak hidup anak dari mulai janin sampai dilahirkan, & pasal 54 mengenai hak untuk mendapatkan perawatan, pendidikan, pelatihan & bantuan khusus atas biaya negara bagi setiap anak yang cacat fisik & mental. Pada butir ke 3, kemungkinan besar bayi tidak akan mendapatkan kasih sayang yang layak, bahkan mungkin akan diterlantarkan ataupun dibuang, yang bertentangan dengan UU Kesehatan pasal 4 tentang perlindungan anak mengenai hak anak untuk hidup, tumbuh, berkembang & berpartisipasi secara wajar sesuai dgn harkat & martabat kemanusiaan. Sedangkan bagi ibu yang merupakan korban pemerkosaan itu sendiri, hal ini merupakan keputusan yang kurang adil apabila kehamilan akibat perkosaan itu dilanjutkan, karena dia sendiri adalah korban suatu kejahatan, & pasti akan merupakan suatu beban psikologis yang berat. Sedangkan pada butir 1, 4, & 6, jelas terlihat adalah kehamilan diakibatkan oleh terjadinya hubungan seks bebas, yang apabila dilakukan tindakan aborsi, dapat digolongkan pada aborsi provokatus kriminalis bertentangan dengan KUHP Pasal 346-349 & UU Kesehatan pasal 4 tentang perlindungan anak.
Dari penjelasan tersebut, didapatkan gambaran mengenai aborsi legal & ilegal. aborsi provokatus/buatan legal yaitu aborsi buatan yang sesuai dengan ketentuan-ketentuan sebagaimana diatur dalam UU Kesehatan, yaitu memenuhi syarat sebagai berikut:
a. Berdasarkan indikasi medis yang kuat yang mengharuskan diambilnya tindakan tersebut;
b. Oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian & kewenangan;
c. Dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan atau suami ataupun keluarganya;
d. Pada sarana kesehatan tertentu.
Setiap dokter pada waktu baru lulus bersumpah untuk menghormati hidup mulai sejak saat pembuahan, karena itu hendaknya para dokter agar selalu menjaga sumpah jabatan & kode etik profesi dalam melakukan pekerjaannya. Namun pada kehidupan sehari-hari, banyak faktor-faktor yang berperan, seperti rasa kasihan pada perempuan yang mengalami kehamilan yang tidak diinginkan, faktor kemudahan mendapatkan uang dari praktik aborsi yang memakan biaya tidak sedikit ataupun faktor-faktor lainnya.
Sejak abad 5 SM, Hipokrates sudah bersumpah antara lain bahwa ia “tidak akan memberikan obat kepada seorang perempuan untuk menggugurkan kandungannya”. Sumpah itu kemudian kemudian menjadi dasar bagi sumpah dokter sampai sekarang. Pernyataan Geneva yang dirumuskan pada tahun 1984 & memuat sumpah dokter antara lain menyatakan bahwa para dokter akan “menghormati setiap hidup insani mulai dari saat pembuahan”. Pernyataan itu juga termuat dalam sumpah dokter Indonesia yang dirumuskan dalam PP no.26/1960. Sikap para dokter se-dunia terhadap pengguguran terutama dirumuskan dalam “Pernyataan Oslo” pada tahun 1970, yang terutama menyoroti hal pengguguran berdasarkan indikasi medis. Rumusan itu berbunyi sebagai berikut:
1. Prinsip moral dasar yang menjiwai seorang dokter ialah rasa hormat terhadap kehidupan manusia sebagaimana diungkapkan dalam sebuah pasal Pernyataan Geneva: “Saya akan menjujung tinggi rasa hormat terhadap hidup insani sejak saat pembuahan”.
2. Keadaan yang menimbulkan pertentangan antara kepentingan vital seorang ibu & kepentingan vital anaknya yang belum dilahirkan ini menciptakan suatu dilema & menimbulkan pertanyaan: “Apakah kehamilan ini harusnya diakhiri dengan sengaja atau tidak?”
3. Perbedaan jawaban atas keadaan ini dikarenakan adanya perbedaan sikap terhadap hidup bayi yang belum dilahirkan. Perbedaan sikap ini adalah soal keyakinan pribadi & hati nurani yang harus dihormati.
4. Bukanlah tugas profesi kedokteran untuk menentukan sikap & peraturan negara atau masyarakat manapun dalam hal ini, tetapi justru adalah kewajiban semua pihak mengusahakan perlindungan bagi pasien-pasien & melindungi hak dokter di tengah masyarakat.
5. Oleh sebab itu di mana hukum memperbolehkan pelaksanaan pengguguran terapetis, atau pembuatan UU ke arah itu sedang dipikirkan, & hal ini tidak bertentangan dengan kebijaksanaan dari ikatan dokter nasional, serta dimana dewan pembuat undang-undang itu ingin atau mau mendengarkan petunjuk dari profesi medis, maka prinsip-prinsip berikut ini diakui:
a. Pengguguran hendaklah dilakukan hanya sebagai suatu tindakan terapetis.
b. Suatu keputusan untuk menghentikan kehamilan seyogyanya sedapat mungkin disetujui secara tertulis oleh dua orang dokter yang dipilih berkat kompetensi profesional mereka.
c. Prosedur itu hendaklah dilakukan oleh seorang dokter yang kompeten dalam instalasi-instalasi yang disetujui oleh suatu otoritas yang sah.
d. Jika seorang dokter merasa bahwa keyakinan hati nuraninya tidak mengizinkan dirinya menganjurkan atau melakukan pengguguran, ia berhak mengundurkan diri & menyerahkan kelangsungan pengurusan medis kepada koleganya yang kompeten.
6. Meskipun pernyataan ini didukung oleh “General Assembly of The World Medical Association”, namun tidak perlu dipandang sebagai mengikat ikatan-ikatan yang menjadi anggota, kecuali kalau hal itu diterima oleh ikatan itu.
Karenanya dihimbau bagi para dokter ataupun tenaga kesehatan lainnya agar:
1. Tindakan aborsi hanya dilakukan sebagai suatu tindakan terapeutik.
2. Suatu keputusan untuk menghentikan kehamilan, sedapat mungkin disetujui secara tertulis oleh minimal dua orang dokter yang kompeten & berwenang.
3. Prosedur tersebut hendaknya dilakukan oleh seorang dokter yang kompeten di instansi kesehatan tertententu yang diakui oleh suatu otoritas yang sah.
4. Jika dokter tersebut merasa bahwa hati nuraninya tidak sanggup melakukan tindakan pengguguran, maka hendaknya ia mengundurkan diri serta menyerahkan pelaksanaan tindakan medis ini pada teman sejawat lainnya yang juga kompeten .
5. Selain memahami & menghayati sumpah profesi & kode etik, para dokter & tenaga kesehatan juga perlu meningkatkan pemahaman agama yang dianutnya.
Pada beberapa negara seperti Singapura, Cina, & Tunisia, aborsi dilegalkan oleh pemerintahnya masing-masing dengan tujuan untuk membatasi pertumbuhan guna meningkatkan kesejahteraan. Negara Swedia, Inggris, & Italia atas dasar sosiomedik, sedangkan di Jepang atas dasar sosial.
Untuk masyarakat agar dihimbau untuk:
1. Sedapat mungkin menghindari hubungan suami isteri pada pasangan yang tidak/belum menikah.
2. Bagi para suami isteri yang tidak merencanakan untuk menambah jumlah anak, agar mengikuti program KB.
3. Bagi para pekerja seks komersial agar selalu menggunakan kondom pada saat melakukan hubungan intim dengan pelanggannya.
4. Meningkatkan pengetahuan agama agar selalu terhindar dari perbuatan yang dilarang oleh agamanya.
5. Menuntut pada pemerintah agar memberikan tindakan hukuman yang seberat-beratnya bagi para pemerkosa ataupun pelaku tindakan pelecehan/kekerasan seksual lainnya, agar para kriminal maupun calon pelaku kriminal ini berpikir panjang untuk melakukan tindakan-tindakan tersebut.
Abortus Terapeutik
Teknik aborsi bedah meliputi ekstraksi menstrual (aspirasi kavum endometrium dengan kateter tipis dan spuit pada usia kehamilan 5-8 minggu), kuretase vakum (dilatasi scrviks dan penigsapan uterus pada usia <14 minggu), D&C (dilatasi scrviks lebih lanjut dan kuretase dengan kuret logam pada kehamilan <14 minggu), arau dilatasi dan evakuasi (I) & E; dilatasi serviks lebar yang diikuti dengan kuretase vakum setelah kehamilan 16 minggu). Tenda laminaria, tenda Lamicel, dan pcsarium gemeprost adalah produk-produk yang diinsersi ke dalam serviks untuk memulai dilatasi dan mengurangi trauma pada serviks.
Konseling Aborsi
Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam melakukan konseling aborsi. Konseling harus dimulai saat kontak pertama. Berikan informasi dan rujukan yang diperlukan. Perawatan yang diberikan bukan paksaan. Bila memutuskan untuk aborsi, segala upaya harus dilakukan untuk menentukan usia kehamilan.
Adapun para penyebab dari kejadian aborsi ini antara lain adalah:
1. Faktor ekonomi, di mana dari pihak pasangan suami isteri yang sudah tidak mau menambah anak lagi karena kesulitan biaya hidup, namun tidak memasang kontrasepsi, atau dapat juga karena kontrasepsi yang gagal.
2. Faktor penyakit herediter, di mana ternyata pada ibu hamil yang sudah melakukan pemeriksaan kehamilan mendapatkan kenyataan bahwa bayi yang dikandungnya cacat secara fisik.
3. Faktor psikologis, di mana pada para perempuan korban pemerkosaan yang hamil harus menanggung akibatnya. Dapat juga menimpa para perempuan korban hasil hubungan saudara sedarah (incest), atau anak-anak perempuan oleh ayah kandung, ayah tiri ataupun anggota keluarga dalam lingkup rumah tangganya.
4. Faktor usia, di mana para pasangan muda-mudi yang masih muda yang masih belum dewasa & matang secara psikologis karena pihak perempuannya terlanjur hamil, harus membangun suatu keluarga yang prematur.
5. Faktor penyakit ibu, di mana dalam perjalanan kehamilan ternyata berkembang menjadi pencetus, seperti penyakit pre-eklampsia atau eklampsia yang mengancam nyawa ibu.
6. Faktor lainnya, seperti para pekerja seks komersial, ‘perempuan simpanan’, pasangan yang belum menikah dengan kehidupan seks bebas atau pasangan yang salah satu/keduanya sudah bersuami/beristri (perselingkuhan) yang terlanjur hamil.
Kesimpulan
Berdasarkan uraian tersebut, dapatlah kiranya ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. aborsi secara umum dibagi atas aborsi spontan & aborsi provokatus (buatan). Aborsi provokatus (buatan) secara aspek hukum dapat golongkan menjadi dua, yaitu aborsi provokatus terapetikus (buatan legal) & aborsi provokatus kriminalis (buatan ilegal).
2. Dalam perundang-undangan Indonesia, pengaturan tentang aborsi terdapat dalam dua undang-undang yaitu KUHP & UU Kesehatan.
3. Dalam KUHP diatur ancaman hukuman melakukan aborsi (pengguguran kandungan, tidak disebutkan soal jenis aborsinya), sedangkan aborsi buatan legal (terapetikus atau medisinalis, & tidak disebutkan soal ancaman hukuman), diatur dalam UU Kesehatan.
4. Belum ada peraturan perundangan yang mengatur soal hak-hak otonomi korban kehamilan akibat perkosaan, kekerasan seksual dalam rumah tangga ataupun kehamilan dengan bayi yang cacat kelainan herediter (bawaan).
5. Penghayatan & pengamalan sumpah profesi & kode etik masing-masing tenaga kesehatan, secara tidak langsung dapat mengurangi terjadinya aborsi buatan ilegal, lebih lagi jika diikuti dengan pendalaman & pemahaman ajaran agama masing-masing.
DAFTAR PUSTAKA
http://hukumkes.wordpress.com/2008/03/15/aborsi-menurut-hukum-di-indonesia/
Diposkan oleh ILMU KEPERAWATAN STRADA REG 1C di 12/01/2010 07:35:00 PM
Kirimkan Ini lewat Email BlogThis! Berbagi ke Twitter Berbagi ke Facebook Berbagi ke Google Buzz
0 komentar:

Poskan Komentar

Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda
Langgan: Poskan Komentar (Atom)
Pengikut
Arsip Blog

* ▼ 2010 (11)
o ▼ Desember (11)
+ Holistic care - teori-teori kepearwatan - Masalah ...
+ A.KEINGINAN TERHADAP PENGETAHUAN YANG BERTENTANGAN...
+ METODE ARGUMENTASI dan METODE SOKRATIK
+ HUBUNGAN MENDENGKUR DAN STROKE
+ Informed consent
+ Euthanasia
+ TRANSPLANTASI ORGAN DAN JARINGAN TUBUH
+ SEJARAH KEPERAWATAN NASIONAL DAN INTERNASIONAL
+ KLONING
+ ABORSI
+ Malpraktik dalam Dunia Kedokteran

Mengenai Saya
Foto Saya

muhamad yusuf
easy going

Lihat profil lengkapku